Sabtu, 24 Agustus 2019

Impeachment

Di pertengahan tahun 2019, masyarakat tertuju pada gedung DPRD Sulawesi Selatan di Jln. Oerip Sumoharjo atau jalan Reformasi. Apa gerangan yang terjadi di rumah politik itu?

Di sana sedang bergulir hak angket yang diarahkan ke jantung orang nomor satu, yakni gubernur Sulawesi Selatan. Hak angket membuka pintu masuk dari pemecatan seorang pejabat bernama Jumras.

Endding dari drama ini di ujung Agustus memutuskan rekomendasi pemakzulan gubernur Sulawesi Selatan ke Mahkamah. 

Tentu itu bukan hal aneh, tetapi rakyat Sulawesi Selatan juga sah jika terkaget mendengar berita ini. Dalam menguatkan fungsi pengawasan DPRD, maka UU 32 tahun 2004 Pasal 43, secara eskplisit menyatakan bahwa DPRD mempunyai Hak Interplasi, Angket dan menyatakan pendapat. 


Impeachment atau pamakzulan adalah pengawasan legislatif yang luar biasa (an extra ordinary legislative check) yang harus dibidik dari Aspek politis dan aspek hukum. Impeach ini adalah jalan pedang atau jalur politik (bukan jalur hukum) untuk memberhentikan presiden, gubernur, bupati dan walikota dari masa jabatannya. 


Strong Point proses pemakzulan kepala daerah tidak dapat dilakukan hanya karena persoalan-persoalan politis, pemazkulan hanya dapat dijalankan apabila kepala daerah melakukan pelanggaran hukum dan sumpah jabatan. Sejatinya usul pemberhentian dilakukan oleh DPRD namun harus berdasarkan pada putusan Mahkamah Agung, jadi mekanisme pemakzulan adalah proses hukum yang panjang dan rumit.


Dalam konteks ini Hak angket sendiri dapat dipahami sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD yang luar biasa (an extra ordinary legislative check) untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ada kebijakan gubernur Nurdin Abdullah yang merugikan daerah dan masyarakat secara luas, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan?


Sebaiknya kita membuka lagi definisi hukum otonomi daerah yang menegaskan penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah (Gubernur, bupati/walikota) dan DPRD. DPRD berkedudukan sebagai unsur pemerintahan daerah, yang bersama-sama dengan kepala daerah membentuk dan membahas Perda dan APBD. Melihat konteks seperti ini, maka pola hubungan yang dikembangkan adalah kemitraan atau partnership. Kedua lembaga ini memiliki fungsi kordinatif atau dalam istilah hukum dikenal dengan istilah check and balance.



Dalam pola hubungan seperti ini, DPRD tidak dapat menjatuhkan kepala daerah sebagaimana hak angket terhadap Gubernur Sulawesi Selatan, Prof. Nurdin Abdullah. Demikian pula sebaliknya kepala daerah tidak memiliki akses untuk membubarkan DPRD. Sebab perlu dipahami bahwa DPRD tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan Kepala Daerah telah melakukan pelanggaran hukum, kewenangan ini mutlak ada pada lembaga Yudikatif, dalam hal ini Mahkamah Agung.



Harmonisasi DPRD dan Kepala Daerah sebagai mitra kerja adalah prasyarat penting dalam membangun daerah. Hubungan kemitraan bukanlah bentuk persengkokolan antar lembaga yang bermuara pada kolusi dan nepotis. Kemitraan merupakan penjabaran dari sinergitas sesuai tanggung jawabnya masing-masing secara profesional. DPRD tetap berteguh pada fungsi Legislasi, anggaran dan pengawasan. Sedangkan kepala daerah memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.



Hubungan kemitraan pada realisasinya tidak hanya didasarkan pada peraturan-peraturan perundangan semata akan tetapi juga mengacu pada nilai dan budaya yang berkembang dalam budaya masyarakat lokal seperti ‘sipakatau’, sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis, saling menghargai, menghormati dan transparan tanpa harus mengorbankan sikap kritis dan sensitif dari DPRD.



Tabe. Ayo Bangun SulSel. Tidak perlu Berkelahi.


x


Kamis, 22 Agustus 2019

Selamat Idul Fitri


Indonesia Raya versi Bugis


Alien


permohonan sengketa informasi


Informasi Serta Merta

Informasi yang Wajib Diumumkan secara Sertamerta Menurut UU No. 14 Tahun 2008 Pasal 10
Badan Publik wajib mengumumkan secara sertamerta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
Nah, informasi hoax yang berpotensi menimbulkan gejolak sosial di tengah masyarakat seperti kasus Asrama Papua di Surabaya, harus segera terklarifikasi dan dipublikasi secara berkeadilan kepada masyarakat.
Selama ini informasi serta merta hanya dilekatkan pada kebencanaan dan pristiwa ancaman fenomena alam.
Publik harus mendapatkan hak akes informasi publik yang berkeadilan. 


Bumi Manusia

Sekiranya masih ada beberapa orang yg keukeuh mempertentangkan antara pribumi dan stranger, mungkin sedang merasa saja merekalah yang punya bumi.
.
Mereka ini pada puncaknya akan memproklamirkan streotipe dan discrimination atas nama apa saja yang menempatkan diri mereka kuasa atas mayoritasnya.
.
Di WA grup masih sering menemukan Stereotipe yg dengan melabeling, judge atau penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.
.
Perlakuan kolonialisme plus priyayi super feodal seolah terus beringkarnasi di dalam pikiran orang-orang pintar. Kiblat kemajuan seolah harus mengarah pada world view tertentu yang pada akhirnya egoisme merekalah yang harus dimenangkan.
.
Nyai Ontosoroh adalah simbol perlawanan sebuah kaum yg dihadirkan oleh Pramodya Ananta Toer sebagai kutukan atas dominasi. Berpadu dgn Minke yang mewakili anak muda terpelajar yang ilmunya digunakan untuk membela kemanusiaan. Ia mengabaikan jabatan yang diperoleh dengan kecurangan, memilih menetap pada bumi manusia dan permasalahannya tanpa menuntut disebut pribumi.
.
Yah, bumi ini adalah bumi bagi manusia siapa saja. Tidak ada yang lebih berhak memilikinya. Ini adalah bumi kita bersama
***

Frans Kaisiepo

:Frans Kaisiepo, adalah nama yang tidak erlalu populer diantara para nama pahlawan seperti Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro atau Jenderal Sudirman.
.
Tidak banyak yang tahu riwayat Kaisiepo. Dia, seorang terpelajar dari Tanah Papua. Ia menjadi tokoh penting dalam konferensi Malino. 
.
Sebelum menuju Malino, Kaisiepo menyusup ke penjara Hollandia, bertemu dengan gurunya, Soegoro Atmoprasodjo (seorang Digoelis, bekas tawanan di Boven Digoel, aktivis Taman Siswa). 
.
Di Malino, Kaisiepo berpidato lebih dari satu jam, dilansir oleh radio Makassar. Lewat Kaisiepo, kita diperkenalkan kata "Irian", yang berasal dari bahasa asli Biak, yang berarti "panas", yang diserap dari tradisi pelaut Biak. Para pelaut Biak yang hendak menuju Pulau Papua mengharapkan panas matahari untuk melenyapkan kabut yang menyelimuti daratan. Tapi para politisi itu, mempolitisir kata Irian, sebagai akronim ikut republik Indonesia anti Nederland. Bagi seorang Kaisiepo, sebagai seorang yang terpelajar menafsirkan: Irian adalah cahaya yang mengusir kegelapan.

Dalam pecahan uang kertas Rp 10.000-, wajah Kaisiepo muncul menghiasi dompet kita. Kehadirannya sangat berarti untuk meneruskan harapan sepanjang waktu ketika semua diukur dengan uang. 
.
Ketika muncul aksi demo di Sorong dan Manokwari (19/8/2019) sebagai respon penyerangan asrama Papua di Surabaya, terkenang kita akan Kaisiepo. Jiwa kejuangan dan kemerdekaan yang ada padanya perlu menjadi renungan dalam 74 tahun usia kemerdekaan.

Lelaki Bersarung Bugis

Lelaki bersarung bugis itu berdiri tegak di depan gerbang kemerdekaan
baginya darah dan nyawa berpadu menjadi benteng penjaga
tak gentar menghadapi musuh negeri 
tak pernah surut langkah ke belakang meski sejengkal

kemerdekaan adalah keharusan