Minggu, 25 Maret 2012

Berapakah seharusnya saya berinfaq?

Berapakah seharusnya saya berinfaq?

Inilah rumus matematika sedekah.
Siapa yang menginkan 10, infaqkan saja 1
Siapa menginfaqkan 1, ia akan dapat 10
Jika anda punya uang 1 juta dan ingin mendapatkan uang dua juta, cukup anda infaqkan 200 ribu, namun jika anda menginginkan yang 10 juta, infaqkan saja semuanya yang satu juta.

Jika perusahaan menginginkan keuntungan hingga seratus maka anda mesti menginfaqkan sebesar sepuluh juta, atau jika perusahaan anda keuntungannya bersih 1 milyar menginginkan penambahan keuntungan hingga 2 milyar, perusahaan anda mesti keluarkan infaq 200 juta.

Jika anda sakit, dan sang dokter memberikan rincian biaya yang mesti dikeluarkan selama 1 bulan perawatan adalah 100 juta, maka untuk mempercepat kesembuhan infaqkan saja 10 juta

Segera buktikan ayat-ayat Allah bahwa itu akan tergantikan 10 kali lipat bahkan bisa lebih dari 700 kali lipat, anda mesti yakin. Berbagilah kepada sesama, kepada orang-orang yang disekitar anda yang lebih membutuhkan dan tunggulah keajaiban itu tidaklah lagi akan datang.

Jika itu terbukti, anda mesti menjadi orang yang ketagihan dalam berinfaq. Lihatlah orang-orang yang disekeliling anda yang lebih membutuhkan dari anda. Kunjungilah orang-orang yang tak mampu,

Alihkan belanja anda yang tadinya ke toko besar ke warung-warung kecil di sekitar anda, belanja sayuran kepada tukang sayur keliling, mudah-mudahan itu akan lebih membantu mereka

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)
Dari Abu Hurairah r.a: “Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata: “Ya Rasulullah, sedekah manakah yang teragung pahalanya?” Rasulullah s.a.w. bersabda:
“jikalau engkau bersedekah, sedangkan engkau itu masih sehat, dan sebenarnya engkau merasa sayang mengeluarkan sedekah itu, karena takut menjadi fakir dan engkau amat mengharap-harapkan untuk menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda, sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkong lalu berkata: “Untuk si Fulan itu, yang ini dan untuk si Fulan ini, yang itu, sedangkan orang yang engkau maksudkan itu
telah memiliki apa yang hendak kau berikan.” (Muttafaq ‘alaih)

SEDEKAH tidak perlu menunggu harta cukup nishab atau menunggu banyak harta.
Dianjurkan untuk senantiasa bersedekah dalam kondisi apapun. Sebagaimana Firman Allah Swt yang artinya: “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan/menyedekahkan (hartanya), baik di waktu lapang (banyak rizki) maupun sempit (tidak banyak rizki), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Imron (3): 134)
Sahabat Ali bin Abi Thalib dalam sebuah riwayat ketika memiliki empat dirham. Ia menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.

Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. (QS. Al-Baqarah (2): 261)

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (kesuksesan).” (QS. Al-Lail (92): 5-7)

Senantiasa terus memperbaiki diri dan memberikan kemanfaatan bagi yang lain. Hendaknya kehadiran kita ada sesuatu manfaat yang bisa dirasakan oleh orang-orang yang ada di sekeliling kita, Baik itu tenaga, pikiran, materi dll. Tampakkan wajah ceria, murah senyum, tidak sekadar simpati saja, tetapi bagaimana bisa berempati. Berbagi dengan sesama, mengutamakan kepentingan saudaranya, saling berlomba dalam kebaikan dan taqwa
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan” (QS. Al Baqarah: 245)

Siapakah yang dapat memberi keuntungan 700 kali lipat?

Allah berfiman : "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. 2 : 261)

Harta tidak akan pernah bisa mempertahankan kehidupan di muka bumi. Sehebat apapun usaha manusia untuk memperpanjang hidupnya, kematian pasti akan tiba pada saat yang telah ditentukan. Sebelum menyesal, masih ada kesempatan untuk membuat harta kita menjadi abadi. Caranya: transferlah harta anda ke akhirat. Salurkan kekayaan anda melalui lembaga-lembaga sosial yang membantu fakir miskin dan anak yatim, lebih dari itu wakafkan harta anda untuk pelayanan sosial seperti masjid, sekolah pendidikan agama dan rumah sakit. Dari sini harta anda akan bergerak mencarikan pahala untuk anda. Dari sini kecapean yang selama ini anda lakukan tidak akan menjadi sia-sia. Anda kelak ditunggu oleh harta anda di surga.

Mari turut berpartisipasi memproduksi berjuta kebaikan, Jangan puas hanya melaksanakan yang wajib. Shalat Fardhu jangan dilalaikan, lengkapi dengan shalat sunnah, ada shalat rawatib, shalat malam, shalat dhuha dan lainnya. Puasa Romadhan kita laksanakannya, puasa sunnah kita kerjakan semampu kita, ada puasa 6 hari di bulan syawal, puasa 3 hari setiap bulan, puasa senin dan kamis, dll. Bersihkan harta dengan mengeluarkan zakat, tumbuh suburkan harta anda agar lebih berkah dan semakin berkembang sehingga dapat memberikan manfaat lebih banyak dengan menginfaqkannya di jalan Allah niscaya Allah akan ganti dengan yang lebih baik, jika di dunia belum ada ganti di akhirat kita menyesal, mengapa tidak menginfaqkannya lebih banyak lagi.
Rayulah aku, dan aku mungkin tak mempercayaimu. Kritiklah aku, dan mungkin aku tak menyukaimu. Acuhkan aku, dan aku mungkin tak memaafkanmu. Semangatilah aku, dan aku mungkin takkan melupakanmu   (William Arthur)

Dimana Mencari Suami Ideal?


Ilustrasi (blogspot.com/kembarasalik)

Oleh: Cahyadi Takariawan

dakwatuna.com - “Mencari suami ideal dimana ya pak ?” tanya mbak Diyan Hastari pada postingan saya terdahulu tentang Sepuluh Karakter Suami Ideal. Sebuah pertanyaan yang menarik.

Adakah sebuah tempat yang menyediakan suami ideal, dimana para perempuan lajang yang hendak menikah tinggal memilih dan membawanya pulang ? Adakah supermarket yang menyediakan stock suami ideal dan kita tinggal membayar harganya di kasir ? Bahkan, adakah seseorang yang bisa disebut sebagai suami ideal ?

Ideal itu adalah proses dan usaha “menjadi”. Bukan pada “hasil jadi” yang bernama “suami ideal”. Namun justru pada proses dan usaha yang terus menerus dilakukan untuk mencapai “hasil jadi” tersebut, yang ujungnya belum tentu akan sampai kepada titik idealitas yang diharapkan. Belum tentu sampai, namun proses dan usaha itulah yang memberikan arti dan makna dalam diri kita.

Memahami Proses

Jangan berharap mendapatkan suami ideal saat seorang wanita memutuskan untuk menikah. Sungguh ia hanya menikah dengan seorang lelaki yang biasa saja, yang akan melakukan pembelajaran bersama, berproses bersama, menuju kepada kondisi ideal yang diharapkan. Proses inilah yang harus dilakukan dengan konsisten dan penuh kesabaran, karena teramat banyak kendala menyusuri setiap langkah dan konsekuensinya.

Semua orang selalu memiliki sisi kelebihan dan kekurangan, maka saat mengawali hidup berumah tangga, setiap laki-laki dan perempuan harus menyiapkan diri untuk menghadapi semua sisi yang dimiliki pasangannya. Tidak boleh hanya siap menghadapi sisi kebaikannya dan tidak siap melihat sisi kekurangan pasangan. Mungkin saja masih amat banyak kekurangan pasangan, namun bukankah kita semua tengah melakukan sebuah proses menuju kondisi yang lebih baik ?

Kadang dijumpai seseorang yang tidak sabar menghadapi kekurangan dan kelemahan pasangan. Ia tidak mau menerima kenyataan bahwa dalam diri pasangannya ada hal yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya. Padahal pasangannya tengah berusaha melakukan proses dan usaha agar bisa sesuai harapan, namun namanya proses, tidak semudah membalik telapak tangan. Semua pihak harus bersabar dan memahami adanya proses dan usaha yang tengah dilakukan oleh pasangannya.

Mencari Suami Ideal di Rumah Sendiri

Tidak ada toko yang menjualnya. Tidak ada lembaga yang menyediakannya. Tidak ada instansi yang memiliki stock dan siap dibagi-bagikan kepada para perempuan lajang yang akan menikah. Suami ideal itu didapatkan di rumah tangga yang dibentuk antara seorang lelaki biasa dan seorang wanita biasa. Didapatkan dari sebuah prosesi pernikahan yang sah, yang ditindaklanjuti dengan konsistensi kedua belah pihak, untuk berproses menuju kondisi ideal.

Konon, “hanya lautan dengan ombak hebat yang bisa melahirkan pelaut tangguh”. Ya, bukan lautan yang tenang, justru laut yang bergelombang. Gangguan, cobaan, ujian yang dihadapi keluarga dalam kehidupan sehari-hari, akan membentuk karakter sebagai suami dan sebagai istri yang semakin berkualitas ideal. Maka, wajar di awal pernikahan, baik suami maupun istri berada dalam situasi “culun”, polos, dan apa adanya, karena belum menghadapi benturan dengan ombak kehidupan keluarga.

Seorang lelaki yang telah membina kehidupan rumah tangga selama tiga puluh tahun, tentu lebih memiliki perspektif yang luas dan dalam tentang sosok suami ideal, dibandingkan dengan lelaki yang baru setahun menikah. Demikian pula, lelaki yang telah memiliki anak dari hasil pernikahannya, akan memiliki gambaran yang lebih kuat tentang suami ideal, dibanding dengan lelaki lajang yang baru akan melaksanakan pernikahan. Kita tidak bisa membandingkan mereka semua, karena tidak berada dalam kondisi dan situasi yang bisa dibandingkan.

Artinya, “jam terbang” menjadi memiliki arti. Pilot yang pertama kali terbang tidak bisa dibandingkan dengan pilot senior yang sudah ribuan kali memimpin penerbangan. Jam terbang mereka tidak bisa dibandingkan. Untuk itulah, jangan bandingkan suami Anda dengan lelaki lain, karena semua orang memiliki kondisi yang berbeda. Tidak layak membandingkan suami Anda dengan suami orang lain.

“Menurutku, pak Budhi itulah sosok suami ideal”, kata Rita kepada suaminya, Bambang. “Ya benar. Budhi itu suami ideal, karena Novie juga istri ideal”, jawab Bambang membalas omongan istrinya.

Tidak perlu mencari-cari dari orang lain. Pada diri suami satu-satunya yang ada di rumah Anda dan selalu mendampingi Anda itulah, Anda akan mendapatkan sosok suami ideal. Jangan menyesali pernikahan yang sudah dengan sadar Anda laksanakan. Yang paling penting justru melakukan proses secara konsisten dan kontinyu, untuk membentuk berbagai karakter ideal dalam diri suami dan istri, agar masing-masing menuju kondisi yang lebih baik.

Membantu Suami Menjadi Ideal

Dalam kehidupan keluarga, semua pihak saling memberikan pengaruh, positif maupun negatif. Seluruh problematika dalam kehidupan rumah tangga selalu ada andil dan kontribusi dari kedua belah pihak, suami dan istri. Maka, jika menghendaki memiliki suami ideal, para istri harus membantu suaminya untuk selalu berproses menuju kondisi ideal.

Berikan kepercayaan kepada suami, agar ia memiliki perasaan nyaman karena mendapat kepercayaan dari istri. Hindarkan bentuk kalimat negatif untuk menyampaikan keinginan karena akan berpotensi menyebabkan suami merasa diadili dan dihakimi. Gunakan kalimat positif untuk mendorong suami agar selalu berproses menuju kebaikan.

“Aku benci sekali penampilanmu yang tidak pernah rapi”, ini adalah contoh kalimat negatif, yang dimaksudkan istri untuk membuat suaminya tampil lebih rapi. Namun bentuk kalimat negatif seperti ini sejak awal sudah membuat barrier, suasana yang tidak nyaman pada diri suami, karena merasa tidak dihargai dan tidak dipercaya.

“Aku bangga sekali menjadi istrimu. Engkau suami yang ganteng dan selalu bekerja keras demi keluarga. Namun akan lebih ganteng jika engkau lebih memperhatikan kerapian penampilanmu. Sedikit saja, engkau cuma perlu lebih rapi dalam berpakaian,” ini adalah contoh kalimat positif yang lebih terasa nyaman pada hati suami. Sama-sama ingin mengubah penampilan suami, penggunaan kalimat positif lebih efektif daripada kalimat negatif.

Itulah di antara cara membantu suami untuk berproses menjadi ideal. Dia tidak akan bisa menjadi ideal dengan sendirinya, namun perlu proses bersama. Saling melengkapi, saling menguatkan, saling mengisi, saling memberi, saling menasihati, saling menjaga, saling memahami proses yang tengah terjadi.

Nah, Anda bisa mendapatkan sosok suami ideal dari proses dan usaha yang Anda lakukan bersama pasangan. Seiring sejalan, saling menguatkan proses dan usaha yang tengah dilakukan, untuk menuju kondisi ideal.

Minggu, 04 Maret 2012

apa itu cinta

Dan ketika orang itu tidak ada, sebuah perasaan kehilangan pun menjamur. Jika anda sedang merasakannya, mungkin itu adalah perasaan cinta. Menyayangi satu sama lain seolah dunia ini hanya milik berdua.

Bagaikan mutiara, cinta tidak akan memiliki arti sesungguhnya jika hanya bertepuk sebelah tangan. Apa dan mengapa? Karena cinta itu hanya akan terasa menyakitkan jika hanya di sebelah pihak saja. Jika memang kesempatan sudah habis tak tersisa, Lupakanlah dia, carilah orang lain.

Karena sebuah cinta hanya dapat dilupakan jika kita sudah mempunya cinta yang lain.

Apa itu cinta? 
Ialah jika kita memiliki kebahagian bersama-sama. Jika hanya satu pihak, itu lebih berarti pengorbanan daripada percintaan. Jika itu terjadi dalam hidupmu, Lupakanlah! Itu akan lebih baik untuk kalian berdua. Ini bukan hanya sekedar kumpulan kata, tapi ini adalah nasehat, dari sesuatu yang murni.

Cinta itu bukanlah pengorbanan, tapi adalah saling berkorban satu sama lain, saling menyayangi satu sama lain. Bukankah hidup itu penuh dengan mutiara…… begitu juga seharusnya kisahmu ditulis.

Apa kata dunia, jika anda mencintai seseorang tapi tidak pernah mendapatkan apapun dari si dia. Cinta adalah saling memberi kebahagian bukan satu memberi kebahagian satu memberi penderitaan. Gunakanlah logika daripada perasaan untuk hal ini. Tidak ada gunanya memendam cinta yang tidak pernah sampai.

Apa itu cinta dan apa itu romance, saya pikir anda sudah mengerti lebih dari 1001 kata makna setelah membaca ini…

APA ITU PEMIMPIN

Apa itu Kepemimpinan

Jenis Bahan Indo Lead: Buku

Kategori Bahan Indo Lead: Overview

September 2002
Pada suatu malam di tahun 1991, saya duduk bersama dua orang lain di dekat sebuah lapangan parkir. Kami bertiga memiliki kesamaan. Sama-sama kami menantikan sebuah rapat berakhir. Saya menjemput istri yang sedang asik mengikuti rapat sedang kedua orang lainnya menantikan seorang yang perlu diajak bicara malam itu juga. Saya tidak mengira bahwa percakapan di tempat itu yang mulanya cuma merupakan basa basi berakhir menjadi suatu gagasan yang kemudian melahirkan gerakan pembinaan muda-mudi secara holistik. Saya juga tidak mengira bahwa gerakan ini membuat saya terlibat aktif dan mengenal banyak pemimpin dan calon pemimpin. Mereka merupakan manusia yang menarik namun juga membuat saya terdorong meneliti bidang kepemimpinan ini.
Salah seorang tokoh ini akan seterusnya saya sebut sebagai tokoh nomor satu. Usianya sekitar 47 tahun. Ia memiliki lebih dari satu gelar master. Namun di dalam berbagai pertemuan resmi, pada umumnya ia duduk diam mendengarkan dengan sabar. Setelah puas menyimak dan mengamati, barulah ia berbicara. Biasanya orang tertegun atas apa yang ia sampaikan. Kemudian mereka mendukungnya dan beberapa saat kemudian setelah pertemuan tadi, suatu tindakan nyata dilahirkan. Ia juga menggerakkan banyak orang untuk mendukung upaya tadi. Namun seringkali ia menyembunyikan kenyataan bahwa ialah pemicu seluruh proses yang ada.
Apakah rahasia atau dasar keberhasilannya? Kalau hal ini ditanya padanya ia akan menjawab bahwa hal tadi terjadi karena kemurahan Tuhan. Namun pengamatan lebih lanjut menunjukkan beberapa pola yang selalu ia jalankan. Karena itulah ia berhasil menjalankan dengan baik perannya sebagai pemimpin di berbagai lingkungan kerja, sebagai ibu, sebagai istri dan sebagai sahabat. Semuanya sering dilakukan tanpa jabatan atau status resmi, karena status resmi satu-satunya yang ia miliki adalah seorang pengajar dan anggota dewan komisaris di sebuah perusahaan.
Apakah kepemimpinan itu? Bila kita masuk ke sebuah toko buku yang besar di Jakarta atau Yogja, segera terlihat adanya puluhan buku tentang kepemimpinan. Bila kita berupaya mendalami tiap buku, maka segera kita akan terkejut karena ternyata di dalamnya terdapat ratusan pemahaman tentang kepemimpinan. Dengan demikian, pertanyaan di atas bukanlah pertanyaan yang sederhana dan mudah dijawab.
Menurut pengamatan, di satu pihak, ada banyak budaya yang mengagungkan status pemimpin bahkan disitu seorang pemimpin diberikan hak dan wewenang yang luar biasa besar. Misalnya, dianggap wajar bahwa seorang pemimpin menolak mematuhi berbagai peraturan yang semua orang ikuti. Dianggap wajar pula bila seorang pemimpin memiliki tingkat kesejahteraan yang sangat luar biasa. Bahkan, dianggap wajar saja bila seorang pemimpin tidak banyak bekerja, namun menerima pelayanan dan dukungan moril serta materiel dari pengikutnya. Di pihak lain, ada budaya dimana seorang pemimpin justru harus menjadi teladan dalam kesederhanaan, pengabdian, pengurbanan diri, kepatuhan pada peraturan-peraturan serta kebiasaan kerja keras. Tokoh pertama yang saya paparkan di atas merupakan penganut budaya ini. Ia akan menjadi risih bila menjadi jauh lebih sejahtera dari pendukungnya atau bila ia melanggar berbagai aturan. Ia juga mengembangkan budaya dimana, masyarakat menilai tinggi seorang pemimpin karena karya dan pengabdiannya namun bukan karena statusnya semata-mata. Baginya, seorang pemimpin sejati tidak bisa tidak harus merupakan seorang pemimpin yang melayani.
Pada suatu hari sepulangnya dari Australia untuk mempresentasikan sebauh paper tentang pola pikir, tokoh tadi memberikan sebuah buku kepada saya. Di dalam buku itu ternyata tercantum bahwa bila melihat warisan dari pusat-pusat peradaban dunia, istilah pemimpin sudah muncul sejak 5000 tahun sebelum Masehi, antara lain di Mesir. Di Cina, sekitar tahun 600 sebelum Masehi, orang juga sudah membahas masalah kepemimpinan. Di budaya Barat, orang-orang Yunani juga meninggalkan berbagai pemahaman mereka tentang kepemimpinan. Misalnya, Homer menuliskan pandangannya mengenai kualitas pemimpin yang perlu dimiliki. Di jaman modern, sampai pada tahun 2000 saja telah terbit lebih dari 2000 judul buku mengenai kepemimpinan.
Tentulah hal tadi membuat saya bertanya, mengapa orang serius membahas masalah ini. Jawabannya di dapat dari buku lain karangan Bass yang terbit di tahun 90 an. Pertama, kepemimpinan merupakan suatu gejala universal dalam hidup manusia bahkan pada hewan (Bass, 1990) Kedua, berdasarkan pengamatan sederhana saja dapat kita temukan suatu kenyataan bahwa tidak ada suatu masyarakat, gerakan, atau organisasi bahkan kelompok kecil yang akan mencapai hasil tanpa adanya pemimpin. Selanjutnya, dari pengamatan pribadi, saya yakin bahwa selama hidup kita tidak pernah lepas dari pimpinan orang lain. Juga kita tidak pernah terbebas dari kewajiban memimpin orang lain dan diri sendiri. Akhirnya, saya juga mendapatkan kesimpulan setelah berkecimpung dalam dunia pembinaan kader selama sepuluh tahun bahwa, di dunia ketiga dirasakan kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, untuk membina dan menyiapkan pemimpin yang mau melayani komunitasnya.
Ketika kemudian saya bertanya pada tokoh pertama di atas: Apakah kepemimpinan itu? Ia menunjuk pada salah satu definisi yang sederhana dan populer. Seorang pemimpin adalah seorang yang diikuti orang lain. Ia juga merujuk pada suatu teori bahwa sadar atau tidak para pengikut yang setialah memberikan seorang pemimpin yang mereka dukung itu sejumlah hal seperti, wibawa, wewenang, dan hak istimewa (Jennings, 1944) Tanpa pemberian dari pengikutnya maka, seorang pemimpin akan lumpuh. Dengan kata lain, bila seorang pemimpin sudah ditinggal para pengikutnya, ia kehilangan hal-hal tadi. Tokoh pertama yang tadi saya perkenalkan sangat menyadari hal ini dan tanggung jawab yang terkait dengan pemberian dari orang banyak itu.
Hal ini lebih jelas lagi bila kita meneliti aspek selanjutnya dari definisi tentang pemimpin yang saya dapati dalam sebuah buku yang ditulis sebelum Perang Dunia kedua. Seorang pemimpin adalah seorang yang dapat menciptakan situasi dimana para pengikutnya untuk setahap demi setahap bergerak ke arah yang mereka sepakati bersama (Cowley, 1928).
Berdasarkan pandangan ini, maka jelaslah bahwa seorang pemimpin diikuti orang karena visinya, misi yang dirumuskannya atau sasaran kerjanya. Mereka percaya kepada kepemimpinannya karena apa yang mau dicapainya bersama dengan para pengikutnya memang baik dan jelas. Mereka memilih mengikutinya karena sang pemimpin mampu menggali apa yang secara tidak sadar telah menjadi impian mereka. Hal inilah merupakan faktor utama penentu keberhasilan seorang pemimpin. Bila mengamati tokoh nomor satu kita tadi, ia mendapatkan pendukung-pendukung setia karena seringkali ia mengungkapkan apa yang sebenarnya memang merupakan cita-cita mereka tanpa mereka sadari. Para profesionhal, pendidik dan psikolog sudah lama merasa tidak tenang melihat ketidak beresan di dunia pendidikan, di dalam pengkaderan kepemimpinan dan hal yang terkait. Mereka tidak tahu musti berbuat apa, namun ingin melakukan sesuatu dalam batas kemampuan mereka. Ia merumuskan dengan lugas suatu visi yang sebenarnya miliki mereka. Visi ini disampaikan dengan sederhana sehingga orang memahaminya. Visi ini juga menggugah karena membuat orang mampu memiliki gambaran mental yang jernih tentang apa yang mereka idamkan di masa depan. Misalnya pada suatu jamuan makan ia melemparkan kejutan: "Kita ada disini karena kita ingin menghasilkan kader kepemimpinan yang nanti memberi pengaruh luhur dan nyata bagi orang yang berbeda-beda di negara ini. Karenanya, adalah keliru bila kita membina siswa-siswi di sekolah unggulan. Justru kita harus membantu anak-anak yang kini sudah hidup sehari-hari di sekolah yang siswanya datang dari berbagai latar belakang dan cukup jamak jenisnya. Marilah kita kaderkan siswa-siswa di sekolah negari dan sekolah yang bersiswa jamak." Tak sampai setahun kemudian, serangkaian pembinaan bagi siswa-siswi di sekolah negeri mulai bergulir. Ia pun berhasil menarik perhatian berbagai kalangan, terutama para ahli ilmu jiwa dan pendidik serta profesional muda lain. Mereka mendukungnya habis-habisan bergerak bersama menuju visi tadi yaitu menghasilkan calon pemimpin yang nantinya mampu bekerja di masyarakat yang jamak. Bergerak bersama artinya menentukan tahap kerja, membagikan persepsi dan ekspektasi dalam kegiatan mereka, serta mencegah kemacetan serta kemunduran dalma keadaan yang sulit dan meragukan sekalipun.
Bagaimana bila seseorang memiliki kuasa untuk memaksa orang bergerak ke suatu arah yang ia tentukan karena ia memiliki kuasa senjata, kuasa uang, kuasa peraturan atau kuasa-kuasa lain yang berlandaskan pada rasa takut orang? Tidakkah ia tetap diikuti orang lain? Tidak salah. Memang ada gejala serupa itu, namun sebenarnya kalau ia diikuti orang banyak, sebenarnya mereka bukaan menerima ia sebagai pemimpin, tetapi sebagai sipir penjara, tiran, atau pemaksa. Pada suatu hari, saya sudah merasa tidak sabar dengan kecepatan gerakan muda-mudi yang ada dan saya mengusulkan agar sang tokoh lebih memaksakan kehendaknya daripada memproses pembicaraan sedemikan lama. Tokoh kita tadi hanya tersenyum dan mengatakan: "Bila saya sebagai seorang pemimpin memaksakan visi pribadi, maka mereka berhenti menjadi pengikut dan secara hakiki saya sudah berhenti menjadi pemimpin. Merekapun bukan lagi menjadi pengikut, namun sebagai kelompok atau sejumlah orang yang dimanfaatkan. Mereka pun mengikuti karena mereka tidak melihat adanya pilihan lain, atau mereka merasa masih dapat memanfaatkan saya. Jadi hubungan yang terjadi adalah hubungan saling memanfaatkan tanpa loyalitas yang dalam."
Di dalam tulisan ini padangan tadi saya ambil alih. Jadi akan sangat ditekankan paham kepemimpinan sebagai suatu daya untuk menggerakkan orang menuju suatu tujuan atau impian tertentu. Namun secara nyata, memang seseorang yang dapat menggerakkan orang menuju suatu tujuan tanpa ia merupakan seorang pemimpin sejati, tapi merupakan hanya seorang provokator bahkan manipulator. Karena itu ada hal kedua yang perlu ditekankan. Selain menimbulkan gerak seorang pemimpin juga merupakan orang yang mampu menghasilkan suatu perubahan atau transformasi pada mereka yang dipimpinnya, dirinya sendiri dan sistem atau komunitas dimana mereka berada. Dengan demikian kita mengenal seorang sebagai pemimpin sejati atau bukan dari hadir atau absennya kedua faktor tadi (The Movement and Transforming Leader) sebagai prasyarat.
Menurut tokoh nomor satu kita, dalam pengamdiannya sebagai pemimpin ia mencurahkan waktu yang cukup banyak untuk membina pendukungnya, menolong mereka mengenali potensi mereka, menolong mereka mengenali kekhasan diri mereka, dan visi pribadi mereka. Dalam sebuah buku kepemimpinan dari Hagai Institute apa yang tokoh nomor satu kita lakukan disebut sebagai proses mengubah orang melalui cara: enoble, enable, empower dan sebagainya. Artinya sang tokoh membuat orang mengenali dimensi yang luhur dari dirinya, membuat mereka jadi mampu memimpin dan meraih, serta membuat mereka memiliki kesempatan untuk menerapkan apa yang mereka miliki. Menurut pengamatan saya selama sepuuh tahun terakhir ini, sang tokoh sendiripun mengalami transformasi. Ia semakin lebih tegas dan berani dalam mengambil resiko, ia lebih banyak merenungkan makna perannya, dan ia menyadari bahwa kepemimpinannya perlu dibantu oleh lebih banyak pihak yang mungkin berbeda dari dirinya. Hal yang tetap tidak berubah adalah keberpihakannya menolong orang-orang yanhg terlantar.
Dengan demikian, seperti telah diungkap sebelumnya, pertama-tama seorang pemimpin akan dikenal dari kemampuannya merumuskan visi yang menjadi impian bersama dari komunitas di mana ia berada. Ketajaman, keutuhan dan kesederhanaan visi ini akan membuatnya menjadi kuat.
Kedua, karena adanya suatu gerak merupakan tanda adanya kepemimpinan, maka seorang pemimpin yang sejati mencurahkan waktu, skill, dan tenaganya untuk urusan ini. Hal-hal lain adalah penyokong untuk melahirkan gerak ini. Kualitas kepemimpinannya terlihat dari gerak maju yang ia hasilkan bersama komunitasnya. Dengan demikian seorang pemimpin yang hanya menciptakan suasana mandeg, stabil atau status quo pada dasarnya sudah tidak lagi menjadi pemimpin sejati yang diinginkan.
ketiga, seorang pemimpin dapat dikenali dari adanya transformasi individual dan sistemik yang terjadi. Artinya ialah bahwa tiap individu termasuk diri sang pemimpin terus mengalami perubahan dimana potensi-potensi mereka terus bertumbuh sementara keseluruhan organisasi atau komunitas mereka ikut berubah.
Apakah penyebab dari lahirnya gerak maju dan transformasi? Selain visi yang jelas, transformasi dan gerak maju yang sinambung dan kuat menuju apa yang dikehendaki akan terjadi bila para orang menaruh percaya kepada pemimpinnya. Tokoh nomor satu sangat dipercaya oleh pendukung-pendukungnya. Ratusan orang bersedia melakukan berbagai hal besar bersamanya. Ia dipercaya karena banyak hal yang ia miliki. Tanpa kepercayaan ini pemimpin yang memiliki visi yang tajam, pandai, berpengalaman, memiliki relasi yang luas, atau menguasai berbagai sumber, tetap tak dapat menggerakkan orang. Dengan demikian, tugas seorang yang memimpin adalah menciptakan atau melahirkan kepercayaan dari mereka yang dipimpinnya. Hal ini berlaku bagi entah seorang pemimpin toko pakaian atau seorang kepala sekolah dasar. Sewajarnya ia berupaya agar kepercayaan orang padanya tercipta melalui visinya, kinerjanya, kesungguhan sikapnya, serta upaya belajarnya dan berbagai hal lainnya. Bagaimana cara menghasilkan kepercayaan ini selain dengan merumuskan visi yang tajam? Pasal selanjutnya akan khusus membahas hal ini. Namun sementara ini masih banyak hal tentang kepemimpinan yang masih perlu di bahas.

Mitos tentang Pemimpin

Sebelum membahas mengenai bagaimana memperoleh kepercayaan orang, perlu dibahas terlebih dulu pemahaman-pemahaman yang keliru tentang kepemimpinan seperti yang tercermin di dalma berbagai mitos. Sepanjang pemahaman tentang kepemiminan berubah-ubah, timbul berbagai mitos tentang kepemimpinan. Pertama-tama adalah anggapan bahwa setiap orang dapat menjadi seorang pemimpin. Tokoh kita di dalam awal tulisan ini pernah mengungkapkan bahwa memang menjadi pemimpin bukanlah untuk tiap orang. Ada faktor internal diri seseorang yang dapat menyebabkan ia tidak akan menjadi pemimpin. Dorongan diri yang tidak cukup untuk menjadi pemimpin, skil memimpin yang tidak memadai, atau pengenalan diri serta sikap yang tidak otentik jelas akan merintangi orang menjadi pemimpin. Selanjutnya, situasi atau lingkungan dimana ia berada juga dapat mencegah atau membatasinya untuk mencapai posisi kepemimpinan. Seorang yang hidup terlalu nyaman, misalnya sulit untuk menerima resiko dan beban kepemimpinan yang seringkali memang berat. Seorang yang tumbuh di tengah orang-orang yang membencinya juga sulit menjadi pemimpin.
Mitos kedua adalah bahwa pemimpin memberikan hasil yang diinginkan. Untuk situasi tertentu seringkali nyatanya keberadaan seorang manajer yang baik sudah cukup mungkin untuk organisasinya mencapai hasil atau sasaran bersama tanpa perlunya kehadiran seorang yang merupakan pemimpin. Sebaliknya sebuah organisasi atau kelompok yang dipimpin dengan baik belum tentu mencapai hasil yang baik apa lagi dalam waktu pendek. Tokoh kita mengungkapkan dalam suatu percakapan "Walaupun tidak menghasilkan sesuatu yang spektakuler dan diakui, pengabdian sebagai pemimpin tidak boleh redup. Seorang yang bernama Nuh bekerja berpuluh tahun dan hasilnya hanya untuk diri, keluarganya serta sejumlah binatang. Akhirnya toh, hasil sekecil itu sudah cukup untuk memulai suatu dunia yang baru." Hal serupa ditekuni juga oleh Abraham Lincoln. Perbudakan yang konon dihapus di masanya, secara masih muncul dalma bentuk diskriminasi sampai tahun 60 an. Jadi hasil nyata seringkali butuh satu atau dua generasi untuk dikenali dan sementara itu sang pemimpin harus tetap berakar pada keyakinannya.
Mitos ketiga adalah bahwa orang yang mencapai posisi puncak adalah seorang pemimpin. Padahal, selama ia tidak memiliki pengikut yang sesungguhnya ia bukanlah seorang pemimpin. Sebaliknya bila jabatannya rendah namun ia memiliki pengikut-pengikut yang setia, maka ia adalah seorang pemimpin yang sebenarnya. Seorang pemimpin sejati akan meraih kepercayaan orang sehingga akan muncul pengikut walaupun ia tidak memiliki status ketika kepercayaan tadi diberikan. Sejarah mencatat sejumlah raja, kaisar atau pangeran yang jelas berada di dalam posisi puncak namun tidak menghasilkan visi, gerak atau transformasi apapun.
Mitos keempat adalah bahwa seorang pemimpin yang baik adalah seorang pelatih atau coach yang baik. Nyatanya, dua fungsi tadi memang sangat diinginkan muncul berbareng. Namun nyatanya merupakan dua fungsi yang jarang tergabung dalam diri seorang manusia seperti ibu Kartini. Seringkali pemimpin yang baik diterima karena visinya dan bukan karena ketelatenannya membimbing orang lain.
Mitos-mitos tambahan tentang kepemimpinan lain ialah
  1. Satu-satunya kualitas pemimpin yang dibutuhkan adalah kharisma
  2. Pemimpin tidak pernah salah
  3. Kepemimpinan harus selalu konsisten
  4. Pemimpin harus selalu tahu sebelumnya tujuan apa yang mau dicapai
  5. Lebih tegang memimpin daripada mengikuti
  6. Pemimpin harus selalu dapat mengerjakan pekerjaan anak buah
  7. Pemimpin dalam satu situasi juga harus mampu memimpin dalam situasi-situasi lainnya
  8. Kepemimpinan adalah kesempatan yang hanya diberikan pada mereka yang mendapatkan dukungan dari "pihak atas"
  9. Pengikut tidak mau dimanipulasi
  10. Kepemimpinan adalah yang terjadi secara kebetulan karena keberhasilan atau kegagalan kelompok ditentukan oleh faktor-faktor yang berada di luar kelompok
  11. Pemimpin adalah mahluk yang berbahaya
Menurut tokoh nomor satu kita, mitos-mitos di atas muncul dan berkembang karena seringkali tanpa disadari orang menerima kerangka pikir feudalisme. Feudalisme adalah suatu pemahaman yang menganggap bahwa manusia dapat dibedakan menurut tingkatan-tingkatan tertentu. Ada pola feudalis yang menganggap bahwa manusia yang berdarah biru atau bangsawan merupakan manusia unggulan. Ada juga pemikiran feudalis yang menganggap bahwa manusia yang memiliki pendidikan yang tinggi dianggap lebih unggul dari orang kebanyakan. Tidak kurang juga pemikiran yang membedakan manusia menurut kekayaan, kuasa, atau keperkasaannya. Lebih dari sekedar membeda-bedakan manusia, pemikiran feudalis juga mendorong perilaku tertentu untuk muncul dan berkembang di dalam hubungan antar manusia. Dalam pemikiran feudal, maka seorang yang dianggap unggul serta merta dianggap sebagai pemimpin, dan karenanya ia berhak untuk diperlakukan berbeda dari orang kebanyakan secara hakiki. Artinya, ia boleh mengabaiakn aturan-aturan dan hukum-hukum karena posisinya sebagai pemimpin. Ia juga diperbolehkan melanggar aturan-aturan kemanusiaan yang terlarang bagi orang lain. Misalnya, di abad pertengahan para feodal dapat seenaknya melakukan pembunuhan atau penganiayaan terhadap mereka yang membuatnya tersinggung. Cerita Robin Hood merupakan suatu contoh suasana hidup di jaman feudal itu.
Lebih dari pada hal tadi, seringkali seorang feudal tidak dapat menjalin hubungan dengan feudal lainnnya tanpa diserta kepentingan dan upaya saling memanfaatkan. Kolonialisme tidak akan hidup tanpa mengokohkan feudalisme. Pola seperti ini terus hidup bahkan setelah abad pertengahan berlalu. Menurut tokoh kita, di jaman modern feudalisme pun muncul di perusahaan, di LSM atau di dunia pendidikan. Para pemimpin lebih perduli dan memperhatikan kepentingan diri dan wibawa diri daripada kepentingan rakyat banyak atau pendukungnya. Mereka tidak menganggap para pengikut sebagai orang-orang yang harus dilayani, namun sebagai sumber kekuasaan, kepuasan, wibawa, dan penghasilan mereka. Buat apa memperhatikan mereka terlalu jauh karena mereka tidak memiliki status atau esensi setinggi mereka, begitulah pola pikir feudal ini.
Di milenium ke tiga, seharusnya orang semakin kritis dengan roh feudalisme. Namun di Asia, terasa bahwa roh feudalisme masih melambari hidup para pemimpin, entah pemimpin di lingkup terbatas, seperti kepala divisi suatu organisasi, atau pemimpin suatu komunitas yang terdiri dari jutaan orang. Ketersinggungan, berbagai tuntutan kenyamanan, dan ketidak mampuan melakukan sinergi dengan berbagai kalangan atau kalangan sendiripun merupakan wujud dari feudalisme modern. Berbagai mitos muncul dari paham feudalis ini seperti telah didaftarkan di atas. Mendasari semuanya ini adalah suatu paham bahwa manusia tertentu dianggap lebih unggul dan lebih layak untuk berperilaku sebebas yang mereka inginkan. Lawan dari paham ini adalah pemimpin yang melayani, yaitu justru karena keunggulannya, mereka harus menjadi teladan, lebih menahan diri, dan lebih rela mengabdi serta menunjukkan pengurbanan bagi komunitasnya. Namun sebelum tiba pada kerangka pikir serupa itu, kita perlu mengenali bagaimana orang modern dalam seratus tahun terakhir membuat pergeseran-pergeseran kecil dalam kerangka pikir tentang kepemimpinan.
Evolusi Sejarah Pemahaman Modern tentang Kepemimpinan Bila kita membaca buku sejarah terlihatlah bahwa pemahaman tentang kepemimpinan bergeser dari satu masa ke masa lainnya di abad yang lalu. Pada masa ini pemahaman tentang cara memimpin yang baik sangat dipengaruhi oleh teori kontigensi. Artinya adalah bahwa untuk suatu situasi atau dinamika tertentu dibutuhkan suatu cara memimpin yang cocok dengannya. Karena itu seorang pemimpin harus memiliki kemampuan membaca situasi atau dinamika yang ada serta memberikan respon berupa kepemimpinan yang tepat untuk situasi serupa itu.
Sebelum periode itu orang memahami bahwa seorang pemimpin harus memiliki suatu gaya tertentu yang perlu dikembangkannya agar ia berhasil. Teori gaya kepemimpinan ini terutama mulai sejak tahun 1940an. Orang mulai mengenali gaya-gaya yang ada. Selanjutnya ditekankan pentingnya gaya kepemimpinan yang mewujudkan iklim demokratis, terbuka, dan berdasar "merit". Tanpa disadari teori ini diwarnai oleh budaya Amerika yang memang egalitarian.
Mendahului periode teori gaya kepemimpinan, orang menekankan pentingnya seorang pemimpin memiliki karakter atau trait kepemimpinan. Ahli-ahli meneliti karakter-karakter pemimpin yang dan berusaha membuat daftar karakter yang cocok untuk dimiliki tiap. Namun studi ini lama-kelamaan ditinggalkan orang karena tidak berhasil memberikan kesimpulan yang masuk akal. Mungkin pula pemikiran ini didasarkan oleh suatu pemikiran feudalis. Saya pun pernah menganggap bahwa seorang menjadi pemimpin karena hal ini. Tokoh kita dalam tulisan ini merupakan contoh manusia yang berkarakter kepemimpinan. Ia tahan uji, sabar, tegas, tulus, dan menjunjung nilai-nilai pengabdian yang tinggi. Namun ternyata di dalam komunitas tertentu kepemimpinannya tidak diterima, terutama di tempat dimana mayoritas adalah orang-orang yang pragmatis dan materialistis.

Pemimpin Yang Melayani

Di dunia Timur orang sering beranggapan bahwa seorang pemimpin haruslah menjadi orang dihormati dan dilayani oleh para pengikutnya. Tanpa hak-hak serupa itu, maka seorang pemimpin dirasakan tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Semakin otoriter dan berwibawa, atau semakin misterius seorang pemimpin, semakin orang merasakan kepemimpinnya.
Berbeda dari pemahaman tentang seorang pemimpin serupa itu adalah paradigma kepemimpinan yang melayani. Bila seorang pemimpin adalah seorang yang menggerakkan dan mentransformasi, maka pemimpin yang melayani adalah seorang yang menggerakkan dan mentransformasi orang secara khas.
Seorang pemimpin yang melayani hanya dapat melakukan hal itu bila ia menghayati makna peran sebagai orang yang melayani. Seorang yang melayani tidak melakukan hal itu karena ia ingin menebus dosa atau kesalahannya di masa lalu. Ia juga bukan melakukan hal itu agar orang merasa iba padanya. Pemimpin yang melayani melakukan hal itu karena ia ingin dengan melayani orang-orang, ia membuka kesempatan agar orang-orang di sekitarnya memiliki kebebasan lebih luas untuk berkembang atau mengalami transformasi. Dengan bahasa sederhana ia dapat menjadi pemimpin yang melayani bila, memiliki hati yang melayani. Seringkali ia melakukan hal ini karena ia pernah merasakan dilayani seseorang, mengalami pemulihan karena ditolong seorang pemimpin, mengembangkan visi yang tajam karena dialog dengan seorang pemimpin dan sebagainya.
Seorang pemimpin yang melayani adalah seorang pemimpin yang sangat perduli atas pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut, dirinya dan komunitasnya dan karenanya ia mendahulukan hal-hal tadi daripada pencapaian ambisi pribadi atau pola dan kesukaan pribadinya saja.
Ada beberapa ciri pemimpin yang melayani:
  1. Pemimpin yang melayani memberikan teladan-teladan untuk perilaku dan sikap yang ia ingin hadir dan menjadi bagian utama dari hidup pengikutnya. Jadi ia tidak memaksa orang untuk mengambil alih suatu perilaku atau memaksa dengan berbagai aturan hal-hal yang ia inginkan. Ia memberikan ilham melalui demonstrasi model, pemberian teladan dan penentuan batas-batas perilaku dengan melaksanakannya sendiri.
  2. Pemimpin yang melayani sering bekerja dalam kerangka pikir waktu yang panjang. Ia tidak mengharapkan hasil spektakuler terlalu cepat karena ia menyadari bahwa untuk menggerakkan dan mentransformasi orang diperlukan waktu yang panjang dan proses yang sinambung.
  3. Pemimpin yang melayani melakukan komunikasi yang bersifat dua arah. Ia bahkan tidak berkebaratan bila pendukungnya berbicara satu sama lain tanpa melibatkannya.
  4. Pemimpin yang melayani juga dapat hidup di tengah kepelbagaian pendapat, bahkan ia merasa tidak nyaman bila pendapat, paradigma, dan gaya kerja hanyalah sejenis saja
  5. Pemimpin yang melayani memberikan kepercayaan dan wewenang pada pengikutnya. Ia memiliki gambaran positif dan optimis tentang mereka. Ia memberdayakan mereka melalui sharing pengetahuan, skil dan perspektif.
  6. Pemimpin yang melayani menggunakan persuasi dan logika untuk mempengaruhi orang selain peneladanan.
  7. Pemimpin yang melayani tidak berupaya menjadi pahlawan, namun menciptakan dan melahirkan pahlawan-pahlawan.
  8. Pemimpin yang melayani mengerjakan banyak hal dan juga menghindar dari berbagai hal yang orang lain dapat lakukan.
Hal yang perlu dicatat disini adalah bahwa pemimpin yang melayani tidak berarti akan menghindar dari masalah atau konflik. Ia tidak juga menjadi sosok yang dikendalikan oleh berbagai kelompok yang kuat. Beberapa kali tokoh nomor satu kita berbenturan dengan orang-orang yang berkuasa, para anggota yayasan dan birokrat-birokrat yang berpandangan sempit. Pernah juga ia mengalami fitnah yang menyakitkannya.
Dalam pekerjaan sehari-hari seorang pemimpin yang melayani mendahulukan orang lain. Tokoh nomor satu kita pernah berkemah bersama 13 orang di sebuah gunung. Ternyata salah seorang peserta terlupa membawa kantung tidurnya. Sang tokoh menggelengkan kepala ketika ia menyadari hal itu. Namun segera ia memberikan kantung tidaurnya sementara ia sendiri meringkuk di sudut salah satu tenda dan menahan dingin semalam suntuk. Dengan perbuatan-perbuatan kecil serupa itu, ia membuat orang jadi terinspirasi, terdorong, belajar, dan mengambil alih teladannya. Pendekatannya bukanlah pendekatan kuasa tapi pendekatan hubungan atau relasional.
Bagaimana secara nyata pemimpin yang melayani mengambil keputusan? Pertama, ia mencari data atau informasi dengan bertanya, meneliti, serta menyimak berbagai hal. Kedua, ia mengembangkan intuisi dan melihat apa yang tidak kasat mata Ketiga, ia memimpin orang dengan persuasi namun tidak memaksakan kehendaknya Keempat, ia memberikan kejelasan visi bersama yang akan dicapai, dan langka perubahan yang diperlukan. Kelima, memberdayakan orang-orang di sekitarnya melalui berbagai kesempatan.

Bagaimana Mengukur Keberhasilan seorang pemimpin

"Apa yang jadi tolok ukur mu dalam menentukan keberhasilan memimpin?" tanya saya pada beberapa pemimpin. Jawabnya ternyata beragam. Di dalam budaya timur seorang pemimpin dinilai berhasil bila ia mencapai suatu tingkat kearifan dan wibawa yang tinggi di tengah masyarakat di mana ia berada. Jadi, orientasinya adalah pada pertumbuhan kebijak sanaan diri atau internal. Di dalam budaya barat, seorang pemimpin dinilai berhasil berdasarkan prestasinya dan sumbangsihnya di tengah masyarakatnya. Dengan demikian maka orientasinya adalah eksternal. Dalam kerangka pikir pemimpin yang melayani, maka masalah ini sangat perlu dibahas agar jelas tolok ukur yang dapat dipakai untuk menilai karya seorang pemimpin.
Terlepas mana yang lebih tepat di dalam mengukur keberhasilan seorang pemimpin, keberhasilan tadi akan bersifat sangat terbatas dalam suatu kurun waktu tertentu bila seorang pemimpin tidak berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin baru untuk melanjutkan kerjanya. Secara umum wibawa yang dimiliki seorang pemimpin atau prestasinya tidak akan berumur lama bila ia gagal secara sengaja menyiapkan pemimpin baru. Dengan gamblang tokoh nomor satu kita mengatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin tidak dinilai berdasarkan berapa banyak pengikutnya saja, berapa arifnya dirinya, atau berapa hebat prestasinya saja, namun dari kualitas-kualitas pemimpin baru yang dilahirkannya.
Pemimpin baru tadi tidak harus sama dengan cara kerja dan pola dirinya. Sangat keliru bila seorang pemimpin bekerja keras untuk melatih dan membina calon pemimpin baru agar orang ini memiliki pola kerja, gaya, dan paradigma yang sama dengan dirinya. Seorang pemimpin yang matang akan menyadari bahwa pola atau gaya dan paradigmanya memang baik untuk masa dimana ia melayani, namun untuk masa depan maka corak lingkungan kerja, dinamika organisasinya serta komunitasnya akan berbeda sehingga diperlukan suatu pendekatan, pola dan gaya kepemimpinan yang baru.
Dengan demikian seorang pemimpin yang berhasil adalah seorang yang juga memiliki suatu kesadaran mengenai life cycle atau daur hidup komunitas yang dipimpinnya. Ada masa lahir, ada masa pertumbuhan, ada masa puncak dan ada masa penurunan serta uzur. Untuk tiap masa diperlukan pemimpin yang coraknya berbeda-beda. Justru kematangan seorang pemimpin akan terlihat dalam kesediaanya menerima fakta bahwa orang yang dipersiapkannya mungkin bahkan akan menentangnya, mengritik kebijakannya, dan mengubah banyak hal.
Jadi bagaimana kemudian kita mengukur keberhasilan seorang pemimpin? Pertama, dilihat dari bagaimana visinya tercapai atau gagal. Kedua, dilihat dari bagaimana pengikut serta dirinya sendiri mengalami transformasi atau perubahan dalam proses berderap bersama. Kualitas tranformasi itu akan memperlihatkan bagaimana ia berhasil atau gagal. Ketiga, keberhasilan dapat dilihat dari hubungan kerja ia bangun seiring dengan siklus hadir-tumbuh-puncak- dan menurun dari organisasinya. Keempat, keberhasilan dilihat dari bagaimana ia menjadi seorang pemimpin yang baik dan sekaligus seorang pengelola yang baik.

Jenis-jenis pemimpin

Sebelum melanjutkan pembahasan mengenai kepemimpinan, perlu dijelaskan, apakah memang hanya ada satu jenis pemimpin di dalam suatu masyarakat, komunitas atau suatu organisasi? Dalam kasus tokoh nomor satu di atas, apakah ia merupakan pemimpin yang dapat jadi teladan di dalam semua urusan?
Bila diteliti secara sederhana, ternyata ada berbagai jenis pemimpin. Ada orang-orang yang jelas memiliki status pemimpin dan berada dalam jajaran puncak suatu organisasi. Namun, ada pula pemimpin-pemimpin yang lain dan yang tidak formal. Bagaimana cara kita memahami kehadiran dan peran mereka?
Salah satu cara memahami jenis-jenis pemimpin adalah dengan mencatat bahwa sekurangnya terdapat tiga jenis pemimpin yaitu
Pemimpin Lini lokal
Pemimpin network,
dan pemimpin eksekutif.
Pemimpin lini lokal adalah mereka yang menangani urusan operasional harian atau mereka yang bertanggung jawab dan memiliki wewenang untuk menangani perubahan pada tingkat lokal. Mereka dapat berupa plant-manajer atau pemimpin tim pengembangan produk baru. Mereka juga dapat merupakan seorang kepala pool kendaraan, kepala tukang parkir, staf cleaning service, para kuli pacul, dan sebagainya. Tidak ada suatu komunitas atau organisasi berjalan efektif dan efisien tanpa dukungan pemimpin lini lokal ini.
Pemimpin network adalah mitra dari pemimpin lini lokal. Walaupun seorang pemimpin lini lokal bekerja dengan entusias dan serius, sistem kerja mereka membuat mereka tidak memiliki kontak yang cukup dengan divisi, bagian atau departmen lain. Mereka seakan terkurung di dalam detil pekerjaan mereka dan kesibukan mereka cukup menyita waktu dan perhatian mereka. Pemimpin networklah yang menolong mengaitkan suatu informasi, hubungan, dan kerja antar berbagai fungsi dan status di organisasi. Kekuatan mereka terletak pada kemampuan menembus batas birokrasi, departmen atau kelompok-kelompok masyarakat serta seluruh kecenderungan untuk bersikap tertutup. Mereka berfungsi sebagai pembawa berbagai benih. Namun karena mereka merupakan pemimpin informal, posisi mereka sulit diidentifikasi padahal pengaruh mereka dalam proses perjalanan komunitas atau organisasinya menuju visi yang mau diraih sangat penting. Tokoh pertama kita adalah tokoh pemimpin network.
Pemimpin eksekutif adalah satu langkah lebih luas dalam tugasnya di organisasi atau masyarakat. Mereka memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan kinerja yang baik secara umum, namun mereka harus bekerja melalui tangan dan pengaruh orang lain, khususnya bawahan mereka. Perubahan-perubahan di masa kini membuat mereka menyadari bahwa mereka perlu untuk memiliki paradigma baru kepemimpinan. Mereka belajar mengenali bahwa bawahan mereka atau pengikut mereka adalah mitra kerja, atau bila tidak maka mereka menjadi tirani-tirani kecil dan jadi terpencil.

Beda dan kesamaan Pemimpin dan Manajer

Seringkali orang tidak membedakan antara pemimpin dan manajer. Seorang manajer adalah seorang yang mengelola sesuatu, entah manusia, waktu, mesin, dana atau informasi serta network. Jadi ukuran keberhasilan seorang manajer adalah seberapa baiknya ia mengelola apa yang dipercayakan kepadanya. Semakin rapih, teratur, dan indah apa yang ditanganinya semakin dianggap baik dirinya. Bagi seorang manajer, ia harus melakukan apa yang ditanganinya dengan benar.
Seorang pemimpin adalah seorang yang melakukan sesuatu demi organisasi, kelompok, atau komunitasnya. Ia diukur berdasarkan gerak apa yang dihasilkannya bersama mereka yang mengikutinya atau yang terkait dengannya. Ia juga diukur dengan transformasi yang dilakukannya, serta adanya kelanjutan dari pekerjaannya. Seorang pemimpin tidak harus selalu rapih, teratur, atau indah dalam proses memimpin organisasinya. Namun yang terpenting adalah bahwa ia melakukan hal-hal yang benar untuk kepentingan bersama.
Jadi seorang manajer adalah orang yang melakukan hal yang dipercayakannya dengan benar, sedangkan seorang pemimpin melakukan hal yang benar. (Managers do things right while leaders do the right thing).
Ringkasan tentang beda manajer dan pemimpin dapat digambarkan sebagai berikut:
Pemimpin  Manajer
Hubungan berdasarkan pengaruh
Memberikan arah dalam tindakan, sikap
Melibatkan visi dan penilaian
melibatkan hal-hal yang lebih rutin
People who do the right thing

Hubungan berdasarkan otoritas
Menghasilkan sesuatu
Menyelesaikan,
People who do things right
Jadi manajer lebih bersifat mekanistis (orientasi semata-mata pada memenuhi suatu ukuran keberhasilan yang ditetapkan baginya) dan menekankan pada pengendalian kerja bawahan. Dibandingkan dengan manajer, pemimpin memiliki kepekaan terhadap arah, kerja sama kelompok, inspirasi, teladan dan penerimaan diri oleh orang lain.
Dalam kenyataan, seringkali dituntut bahwa seorang pemimpin harus juga menjadi seorang manajer. Tentunya, yang diharapkan adalah didapatkan seorang pemimpin yang baik dan sekaligus berfungsi menjadi manajer yang baik.
Seorang pemimpin yang baik, namun merupakan manajer yang buruk perlu dilengkapi oleh seorang manajer yang baik di dalam teamnya. Sebaliknya seorang pimpinan yang buruk namun memiliki kemampuan manajerial yang baik belum tentu diikuti oleh orang lain di organisasinya.
Beberapa fungsi manajerial yang bertumpang tindih dengan fungsi kepemimpinan
  1. Perencanaan meliputi mencari semua informasi yang tersedia/dibutuhkan, merumuskan tugas, maksud dan tujuan kelompok, menyusun rencana yang dapat dikerjakan.
  2. Mengatur meliputi memberi penjelasan mengapa rencana itu perlu, menetapkan standar kelompok, memformulasikan metode yang efektif untuk menyelesaikan tugas, mengorganisasikan orang, material, waktu dan sumber sehingga sasaran dapat dicapai.
  3. Mencari orang-orang yang cocok untuk tugas tertentu termasuk mengalokasikan tugas dan sumber kepada mereka sedemikian rupa, sehingga setiap orang tahu apa yang diharapkan darinya dan memahami makna dari kontribusi yang ia lakukan.
  4. Memberi pengarahan meliputi menjelaskan tugas dan rencana dari awal supaya memastikan tercapainya sasaran.
  5. Menuangkan dalam jadwal dan membuat pembagian tugas untuk memastikan tindakan tang diambil sesuai dengan sasaran.
  6. Mengawasi meliputi pengawasan terhadap kerja bawahan untuk menjaga agar segalanya berjalan sesuai dengan rencana, termasuk kemungkinan mengantisipasi masalah atau mengatasi masalah dengan cepat.
  7. Mengevaluasi yaitu melakukan penilaian terhadap pelaksanaan kerja kelompok, membantu kelompok mengevaluasi pelaksanaan kerjanya sendiri, dan menyatakan pendapat tentang apa yang sudah dikerjakan.

Kepemimpinan Transformatif atau transaksional?

Cara lain memehami mengenai jenis pemimpin adalah dengan membandingkan pemimpin transformatif dan pemimpin yang transaksional. Seorang pemimpin, apalagi yang dikenal dengan pemimpin formal sebagai lawan dari pemimpin informal dapat terjebak untuk menjadi pemimpin transaksional. Pemimpin transaksional memperlakukan orang-orang yang dipimpinnya, atasannya, serta dirinya sebagai pemain-pemain dalam suatu proses perdagangan. Keputusan yang diambilnya merupakan keputusan yang menguntungkan baginya dalam hubungan dirinya dengan berbagai pihak. Masalah benar atau salahnya keputusan tadi tidak jadi perhatian utamanya, namun masalah untung atau ruginya terutama bagi kepentingannya sering menjadi dasar pertimbangannya. Kepemimpinan serupa ini tidak membuat organisasinya atau pihak-pihak yang terkait dengannya berkembang apalagi orang-orang yang dipimpinnya. Kecenderungannya ialah memanfaatkan berbagai pihak bagi dirinya.
Lawan dari kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan transformasional. Esensi kepemimpinan serupa ini adalah menghasilkan perubahan dimana dirinya dan mereka yang terkait dengannya sama-sama mengalami perubahan ke arah yang lebih luas, tinggi, dan mendalam. Kata kunci dari segenap keputusan adalah berapa jauh sebanyak mungkin pihak mengalami pertumbuhan.
Di dalam suatu organisasi yang bersifat nir laba, semestinya kepemimpinan yang ditumbuhkan adalah kepemimpinan transformatif. Namun, karena seringnya terjadi pemimpin dipilih bukan berdasarkan track-record atau riwayat kinerjanya, melainkan berdasarkan konsensus sosial, maka pemimpin-pemimpin formal seringkali bukan merupakan orang yang bermodalkan karakter, kompetensi dan komitmen yang tinggi. Akibatnya, maka mereka berusaha mati-matian untuk bertahan pada kedudukan mereka. Apalagi bila kedudukan tadi tidak memiliki alur karir yang melanjutkannya.
Transaksional  Transformational
Bekerja dalam situasi
Menerima keterbatasan
Menerima peraturan dan nilai yang ada
Timbal balik dan tawar menawar

Mengubah situasi
Mengubah apa yang biasa dilakukan
Bicara tentang tujuan yang luhur
Memiliki acuan nilai kebebasan, keadilan dan kesamaan
Pemimpin yang transformational membuat bawahan melihat bahwa tujuan yang mau dicapai lebih dari sekedar kepentingan pribadinya.

Penutup

Kepemimpinan memang merupakan suatu hal yang sangat kaya dalam aspeknya. Apa yang dipahami saat ini memang masih terbatas, namun masih terus bertambah dan bertumbuh karena orang merasakan kepentingannya. Perbandingan secara konseptual dan praktika tentang kepemimpinan di budaya Timur dan Barat juga merupakan suatu bidang yang perlu diteliti dan masih belum dipahami secara utuh. Konon tokoh pertama kita dalam tulisan ini sedang melakukan studi pula dalam bidang ini. Namun sejauh ini, kerangka pikir tentang kepemimpinan yang melayani dapat dianggap sebagai sesuatu yang merupakan konsep yang utuh dan bermanfaat di masa kini.

Apa Itu Komunikasi

PENGERTIAN KOMUNIKASI

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:
Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy(1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:
  1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)
  2. Pesan (mengatakan apa?)
  3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
  4. Komunikan (kepada siapa?)
  5. Efek (dengan dampak/efek apa?).
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.
A. PROSES KOMUNIKASI
Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:
1. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Seperti disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang setala bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).
Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja(1994:33)yakni : Si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut dengan si C, sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.
Contoh tersebut dapat memberikan gambaran bahwa proses komunikasiakan berjalan baik atau mudah apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harsu mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata lain komunikator perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya dari komunikan.
2. Proses komunikasi sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dsb.).
B. KONSEPTUAL KOMUNIKASI
Deddy Mulyana (2005:61-69) mengkategorikan definisi-definisi tentang komunikasi dalam tiga konseptual yaitu:
1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah.
Suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab. Pemahaman komunikasi dalam konsep ini, sebagai definisi berorientasi-sumber. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu.
Beberapa definisi komunikasi dalam konseptual tindakan satu arah:
a. Everet M. Rogers: komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku.
b. Gerald R. Miller: komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.
c. Carld R. Miller: komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunkate).
d. Theodore M. Newcomb: Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.
  1. Komunikasi sebagai interaksi.
Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau nonverbal, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya.
Contoh definisi komunikasi dalam konsep ini, Shanon dan Weaver (dalam Wiryanto, 2004), komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni , dan teknologi.
  1. Komunikasi sebagai transaksi.
Pandangan ini menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang dinamis yang secara sinambungan mengubah phak-pihak yang berkomunikasi. Berdasrkan pandangan ini, maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar pesan verbal dan atau pesan nonverbal.
Beberapa definisi yang sesuai dengan konsep transaksi:
a. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss: Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih.
b. Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson: Komunikasi adalah proses memahami danberbagi makna.
c. William I. Gordon : Komunikasi adalah suatu transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.
d. Donald Byker dan Loren J. Anderson: Komunikasi adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih.
C. FUNGSI KOMUNIKASI
William I. Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:
1. Sebagai komunikasi sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, ..., negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.
  1. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian. George Herbert Mead (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengistilahkan significant others (orang lain yang sangat penting) untuk orang-orang disekitar kita yang mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966) menamai affective others, untuk orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Selain itu, terdapat apa yang disebut dengan reference group (kelompok rujukan) yaitu kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Kalau anda memilih kelompok rujukan anda Ikatan Dokter Indonesia, anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini sebagai ukuran perilaku anda. Anda juga meras diri sebagai bagian dari kelompok ini, lengkap dengan sifat-sifat doketer menurut persepsi anda.
  2. Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.
  3. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memnuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan yang lebih dasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebuthan yang lebih tinggi diupayakan. Kita mungkin sudah mampu kebuthan fisiologis dan keamanan untuk bertahan hidup. Kini kita ingin memenuhi kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan ketiga dan keempat khususnya meliputi keinginan untuk memperoleh rasa lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa diterima, memberi dan menerima persahabatan. Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah kemudian mengambil keputusan, dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan.
2. Sebagai komunikasi ekspresif
Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.
3. Sebagai komunikasi ritual
Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebaga rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.
4. Sebagai komunikasi instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur.
Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunika membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan.
Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.
Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini, terdapat beberapa pendapat dari para ilmuwan yang bila dicermati saling melengkapi.[1] Misal pendapat Onong Effendy (1994), ia berpendapat fungsi komunikasi adalah menyampaikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Sedangkan Harold D Lasswell (dalam Nurudin, 2004 dan Effendy, 1994:27) memaparkan fungsi komunikasi sebagai berikut:
1. Penjajagan/pengawasan lingkungan (surveillance of the information) yakni penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat.
2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisahkan dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya .
3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya.
D. RAGAM TINGKATAN KOMUNIKASI ATAU KONTEKS-KONTEKS KOMUNIKASI
Secara umum ragam tingkatan komunikasi adalah sebagai berikut:
  1. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang yang berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem syaraf manusia.
  2. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai unik. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi.
  3. Komunikasi kelompok (group communication) yaitu komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam Sendjaja,(1994) memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.
  4. Komunikasi organisasi (organization communication) yaitu pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005:52).
  5. Komunikasi massa (mass communication). Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa cetak atau elektrolik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Kemudian Mulyana (2005:74) juga menambahkan konteks komunikasi publik. Pengertian komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak). Yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah atau kuliah (umum). Beberapa pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large group communication) untuk komunikasi ini.
E. KEGUNAAN BELAJAR ILMU KOMUNIKASI
Mengapa kita mempelajari ilmu komunikasi ?Ruben&Steward, (2005:1-8) menyatakan bahwa
  1. Komunikasi adalah fundamental dalam kehidupan kita.
Dalam kehidupan kita sehari-hari komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Kita tidak bisa tidak berkomunikasi.tidak ada aktifitas yang dilakukan tanpa komunikasi, dikarenakan kita dapat membuat beberapa perbedaan yang esensial manakala kita berkomunikasi dengan orang lain.Demikian pula sebaliknya, orang lain akan berkomunikasi dengan kita ,baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Cara kita berhubungan satu dengan lainnya, bagimana suatu hubungan kita bentuk, bagaimana cara kita memberikan kontribusi sebagai anggota keluarga, kelompok, komunitas, organisasi dan masyarakat secara luas membutuhkan suatu komunikasi.Sehingga menjadikan komunikasi tersebut menjadi hal yang sangat fundamental dalam kehidupan kita.
  1. Komunikasi adalah merupakan suatu aktifitas komplek.
Komunikasi adalah suatu aktifitas yang komplek dan menantang. Dalam hal ini ternyata aktifitas komunikasi bukanlah suatu aktifitas yang mudah. Untuk mencapai kompetensi komunikasi memerlukan understanding dan suatu ketrampilan sehingga komunikasi yang kita lakukan menjadi efektif. Ellen langer dalam Ruben&Stewat( 2005:3) menyebut konsep mindfulness akan terjadi ketika kita memberikan perhatian pada situasi dan konteks, kita terbuka dengan informasi baru dan kita menyadari bahwa ada banyak perspektif tidak hanya satu persepektif di kehidupan manusia.
  1. Komunikasi adalah vital untuk suatu kedudukan/posisi yang efektif.
Karir dalam bisnis, pemerintah, atau pendidikan memerlukan kemampuan dalam memahami situasi komunikasi, mengembangkan strategi komunikasi efektif, memerlukan kerjasama antara satu dengan yang lain, dan dapat menerima atas kehadiran ide-ide yang efektif melalui saluran saluran komunikasi. Untuk mencapai kesuksesan dari suatu kedudukan/ posisi tertentu dalam mencapai kompetensi komunikasi antara lain melalui kemampuan secara personal dan sikap, kemampuan interpersonal, kemampuan dalam melakukan komunikasi oral dan tulisan dan lain sebagainya.
  1. Suatu pendidikan yang tinggi tidak menjamin kompetensi komunikasi yang baik.
Kadang-kadang kita menganggap bahwa komunikasi itu hanyalah suatu yang bersifat common sense dan setiap orang pasti mengetahui bagaimana berkomunikasi. Padahal sesungguhnya banyak yang tidak memilki ketrampilan berkomunikasi yang baik karena ternyata banyak pesan-pesan dalam komunikasi manusia itu yang disampaikan tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga nonverbal, ada ketrampilan komunikasi dalam bentuk tulisan dan oral, ada ketrampilan berkomunikasi secara interpersonal, ataupun secara kelompok sehingga kita dapat berkolaborasi sebagai anggota dengan baik, dan lain-lain. Kadang-kadang kita juga mengalami kegagalan dalam berkomunikasi. Banyak yang berpendidikan tinggi tetapi tidak memilki ketrampilan berkomunikasi secara baik dan memadai sehingga mengakibatkan kegagalan dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Sehingga komunikasi itu perlu kita pelajari.
  1. Komunikasi adalah populer.
Komunikasi adalah suatu bidang yang dikatakan sebagai popular. Banyak bidang-bidang komunikasi modern sekarang ini yang memfokuskan pada studi tentang pesan, ada juga tentang hubungan antara komunikasi dengan bidang profesiponal lainnya termasuk hukum, bisnis, informasi, pendidikan, ilmu computer, dan lain-lain. Sehingga sekarang ini komunikasi sebagai ilmu social/perileku dan suatu seni yang diaplikasikan. Disiplin ini bersifat multidisiplin, yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, antroplogi, politik, dan lain sebagainya
SUMBER:
  1. Effendy, Onong Uchjana, Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:Grasindo.Rosdakarya
  2. Cangara, Hafidz,2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
  3. Littlejohn, Stephen W. 2001. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Publishing.
  4. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.
  5. Ruben, Brent D,Stewart, Lea P, 2005, Communication and Human Behaviour,USA:Alyn and Bacon
  6. Sendjaja,Sasa Djuarsa,1994,Pengantar Komunikasi,Jakarta:Universitas Terbuka.
  7. Wiryanto, 2005,