Jumat, 11 Juli 2014

Bang One KARNI ILYAS Punya Hati

Copas group WhatsApp "posko Relawan Alumni Unhas untuk Jokowi-JK" (secretariat.  : Phoenam jkt, jl‎.wahid hasyim. Jakarta)

KARNI ILYAS PUNYA HATI

Mengapa dalam pilpres ini TV one gila2an tanpa control berusaha mematikan Jokowi-JK???

Bocornya... Sampai babak perempat final piala dunia TVone-ANTEVE jauh dibawah target penerimaan iklan dan hak siar nobarnya. Hak siar piala dunia yg dimenangkan VIVA group senilai US$65juta atau dgn kurs skr 800 miliar didapat dari uang hutangan jangka pendek.

Piala dunia 2014, rencana awalnya (2010) memang jadi sarana kampanye Ical utk capres. Jadi jika habis 800miliar ga masalah hitungannya.

Kenyataannya diluar prediksi, sebelum pilpres Ical sdh keburu KO gak jadi nyapres cuma dijanjiin menteri utama sama Prabowo.

Diawal 2014 total hutang VIVA grup sdh mencapai 1,37 triliun dgn kewajiban jatuh tempo per pebruari 1 Triliun yg dibayar dgn utangan lg. Total asset VIVA grup dikabarkan mencapai 2triliun, jadi dgn hutang 1,37triliun + hutang hak siar 800 miliar maka VIVA grup sdh Bangkrut.

Saat membeli hak siar piala dunia VIVAgrup panik di masalah pendanaan, banyak bank yg takut akhirnya ada yg nekat kasih dgn bunga tinggi.

Disilah latarbelakang
Mengapa TVone bertindak "gila"dan tdk beretika dalam pemberitaan utk membunuh Jokowi-JK dgn segala cara.

Saat menyampaikan bisnis plan VIVAgrup di pilpres inilah, terjadi perpwcahan dikalangan internal VIVA... Karni Ilyas ga tega dgn ARB. VIVAgrup juga gak berani utk pecat Karni Ilyas krn acara ILCnya adalah acara plg berharga di TVone.

Maka dicarilah jalan tengah, Karni cuti. Karni sudah menghitung jauh reputasinya akan hancur jika saat pilpres ini namanya masih tercantum di Tvone, mungkin dia sudah tahu siapoa yg menang.

Metode pemberitaan TVone memang bersifat progresif dan langsung dibawah komando timses Prabawo-Hatta...Jadi mereka menihilkan peran redaksi. Fitnah PKI diluncurkan TVone bersamaan dgn waktu delarasi partai demokrat ke kubu Prabowo... Istilahnya launcihing serangan bersamaan. 9 hari sebelum hari H adalah saat krusial melepaskan bom serangan dari semua ini.
(Sumber: HHJ)Denny S.

Note : hehehe untuk bahan ngobrol di warkop


Regards,
Askari Azis
Mobile 0817370631
__._,_.___
Posted by: askari yahoo




Lembaga Survei Bukan Pemilik Kebenaran

 Kebenaran itu adalah milik yg maha benar, Allah SWT. Kita hanya bisa mendekati kebenaran dg world view yg membentuk kita melalui segala referensi yg pernah menerpa kita. Apa yg kita baca, apa yg kita dengar, apa yg kita lihat dan rasakan, itu semua adalah 'daftar pustaka' yg membentuk pandangan dunia kita.

Untuk mendekati metode ilmiah maka sy harus menggunakan kerangka ilmiah utk memahaminya tanpa melibatkan friksi yg rada fiksi, begitu pula sebaliknya kalo saya hendak menulis puisi maka saya harus menggali inspirasi terdalam melalui kontemplasi yg cenderung fiksi yg sedikit mengabaikan hal ilmiah.

Kali ini saya betul2 hanya ingin mengkomparasikan metodelogi dan besaran sampel masing-masing surveyor. Terutama lembaga survey : LSN (punya Mahfud MD), PUSkaptis (punya Husin Yasid/PKS), JSI (PAN/ Didik J.Rachjbini), IRC (punya MNC/Hari Tanoe). Saya mencoba searching rekam jejaknya utk mendapatkan data sampelnya serta metodeloginya, serta gimana pengalamannya.


Muhtadi itu bisa khilaf, begitu juga Lembaga survey bisa khilaf, mereka bukan Malaikat. Namun KPU telah banyak meninggalkan catatan kekhilafan yg nampak, baik di daerah kabupaten maupun provinsi.

Hanya ini Muhtadi memang sangat ekstrim dlm membela metodelogi ilmiah. Karakter beliau memang begitu. Makanya sy berprasangka sebelumnya kalo beliau ke Prabowo.

Namun bagi orang2 yg pernah kuliahan penting pula menghargai hasil dari metodelogi ilmiah. Asalkan metodenya sesuai dg kaidah ilmiah. Jumlah sampelnya memadai, besaran dan sebaran sampel yg mendukung datanya juga proporsional sesuai dg standar ilmiah, Jika itu semua betul maka tidak ada salahnya membela metodelogi ilmiah, ilmu yg pernah kita pelajari di kampus. Jika metodelogi ilmiah sudah tak bisa memberikan penjelasan presisi ilmiah, maka kita tinggal menunggu kampus-kampus tutup.


Burhanuddin