Rabu, 26 Juni 2019

TEKNIK PROPAGANDA POLITIK PADA PEMILU 2019



 Jika anda mendengarkan kata 'propaganda', maka terbersit di kepala kita mengenai sebuah kerja ilmu komunikasi. Propaganda adalah metode komunikasi persuasif yang dilakukan secara berencana, sistematis, psikologis, dan berulang-ulang, berupaya mengubah sikap, opini, atau perilaku seseorang atau publik. Propaganda sangat berkaitan dengan kampanye, periklanan, pemasaran, sosialisasi, insinuasi, dan sebagainya.
Ada beberapa definisi tentang propaganda, seperti Sastropoetro (1991:34), bahwa Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah direncanakan secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan tingkah laku dari penerima/komunikan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh komunikator. Sedangkan menurut Laswell (1927), propaganda adalah alat pengontrol bagi opini publik yang menjadi sasaran propaganda.
Propaganda berasal dari bahasa Latin propagare yang artinya mengembangkan atau memekarkan. Atau propaganda berasal dari nama suatu kegiatan penyiaran agama Katolik, yakni “Sacra Conregatio de Propaganda Fide” atau Majelis Suci untuk Menyebarkan Kepercayaan, yang dilakukan oleh Paus Gregorius XV di Roma pada 1622.  Konotasi positif propaganda menjadi negatif akibat ulah pemerintahan fasis Jerman, Italia, dan Jepang semasa Perang Dunia II, yang mengoperasikan teknik propaganda dalam ajang politik militer.
Penggunaan istilah propaganda kini banyak dihindarkan, tetapi sebagai metode komunikasi tetap dilancarkan, antara lain dalam bentuk periklanan di bidang perdagangan. Karena dipandang sebagai metode yang cukup ampuh, maka propaganda banyak digunakan dalam kegiatan humas, terutama humas perusahaan dan kegiatan politik. Sebagai contoh adalah penggunaan varian teknik propaganda dalam Pemilu dan Pemilihan Presiden tahun 2019.
Setelah kita sepaham dengan definisi propaganda, maka perlu diketahui 7 Teknik Propaganda yang diajukan oleh Alfred McClung Lee & Alizabeth Briant Lee, sebagai berikut:
1.    Name Calling, teknik ini adalah ‘penjulukan’ yaitu memberikan label buruk pada sesuatu gagasan/orang/lembaga supaya sasaran tidak menyukai atau menolaknya. Teknik kampanye dengan Name Calling,  berbeda dengan kampanye hitam (black campaign) yang cenderung menimbulkan rumor atau fitnah.  Name Calling, adalah teknik kampanye anjuran yang sifatnya mengandung ancaman keburukan bagi khalayak. Contohnya kampanye yang ditujukan kepada pemiih dengan menyebutkan, “kegagalan pembangunan karena kegagalan memilih calon pemimpin", atau “jika Anda tidak memilih pemimpin yang sederhana maka kekayaan negara akan terancam!”. Kedua pesan tersebut mengandung ancaman bagi komunikan atau publik yang dituju.
2.    Glittering Generality, teknik ‘iming-iming’ yang menghubungkan sesuatu dengan ‘kata yang baik’ untuk melukiskan sesuatu agar mendapat dukungan, tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi itu untuk membuat sasaran menerima dan menyetujui sesuatu tanpa memeriksa bukti-bukti untuk menonjolkan propagandis dengan mengidentifikasi dirinya dengan segala apa yang serba luhur dan agung. Contoh: Disaat seseorang kandidat presiden berbicara kepada publik bahwa dirinya bertarung dalam pemilihan presiden karena terpanggil untuk menyelesaikan utang negara yang semakin besar, menstabilkan harga-harga dan keterpurukan ekonomi serta mencegah masuknya TKA Asing dan Aseng. Dan propaganda iming-iming ini sangat efektif menghipnotis publik tanpa daya untuk percaya begitu saja.
3.    Transfer, teknik membawa otoritas (kekuasaan), sanksi, dukungan, gengsi dan pengaruh dari sesuatu yang dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar sesuatu yang lain itu lebih dapat diterima. Teknik propaganda transfer bisa digunakan dengan memanfaatkan pengaruh seseorang atau tokoh yang paling dikagumi dan berkharisma dalam lingkungan tertentu dengan mengidentifikasi suatu maksud menggunakan lambang autoritas, misalnya seruan Rizieq Shihab “Umat Islam harus memilih presiden sesuai ijtima ulama”. Bagi mereka yang terpapar dengan propagandis model transfer ini akan terpengaruh tanpa berpikir panjang. Cara-cara propaganda seperti ini yang biasa digunakan pula oleh penyebar hoax dengan mencatut nama tokoh berpengaruh.
Teknik transfer juga dapat digunakan melalui simbol, logo atau gambar seperti seorang kandidat yang berfoto dengan seorang figur yang berpengaruh di lingkungannya. Atau penggunaan gambar Ka’bah pada logo partai PP, yang dapat menimbulkan efek psikologi bagi umat Islam.
4.    Testimoni (kesaksian), teknik ini serupa tetapi tidak sama dengan teknik transfer. Testimoni memberi kesempatan pada orang-orang yang mengagumi atau membenci untuk mengatakan bahwa sebuah gagasan atau program atau produk atau seseorang itu baik atau buruk. Teknik kampanye Testimoni memerlukan proses komunikasi bertahap. Pesan diterima berdasarkan pengalaman atau kesaksian yang diperolehnya. Jadi komunikatornya memberikan informasi berdasarkan apa yang dilihat dan didengarnya terhadap sebuah informasi, misalnya seorang tetangga bercerita kepada tetangganya terhadap seorang kandidat. Atau boleh juga menggunakan tokoh berpengaruh atau artis populer, misalnya UAS atau Adi Hidayat yang menyiarkan dukungannya terhadap capres tertentu, serta grup musik slank yang memberikan dukungan pada capres tertentu melalui lagu-lagu.
Secara parsial testimonial adalah cara menggunakan nama orang-orang terkemuka yang mempunyai otoritas dan prestise sosial tinggi dalam menyodorkan atau meyakinkan sesuatu hal dengan jalan menyatakan misalnya, bahwa hal tersebut didukung oleh orang orang terkemuka tersebut. Misalnya, kutipan dari tokoh seperti Soekarno, atau mengutip ayat qur’an dan hadist nabi yang dianggap menguntungkan dirinya. Teknik ini sangat efektif jika dapat dikelola dengan baik oleh master campaign.
5.    Plain Folks, teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam upaya meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena mereka adalah bagian dari ‘rakyat’. Plain folks merupakan suatu cara yang digunakan oleh seorang propagandis untuk meyakinkan orang banyak, bahwa gagasannya adalah baik oleh karena “demi rakyat” Tekhnik ini banyak digunakan orang dalam kampanye politik untuk memikat dan memenangkan simpati rakyat banyak. Misalnya :”Kami hanyalah penyambung lidah rakyat”, “ingin membebaskan Indonesia dari kekuatan Asing dan Aseng, dan lain sebagainya. Teknik propaganda dengan menggunakan cara memberi identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini mengidentifikasikan yang di propagandakan milik atau mengabdi pada komunikan dalam hal ini rakyat banyak. Satu contoh lagi adalah alasan dari BPN Prabowo-Sandi yang mengkapitalisasi isu bahwa gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke MK adalah tuntutan rakyat atas keadilan pemilu semata, bukan keinginan BPN.
Sifat merakyat sering dimunculkan dalam propaganda ini, diartikan sebagai “pura-pura orang kecil” (Warsono, 2007 : 69), karena saat menggunakan teknik ini propagandis mengidentifikasikan dirinya sebagai rakyat dengan cara menempatkan dirinya seolah-olah seperti rakyat juga. Maksud dari cara ini adalah menyamakan diri dengan rakyat, agar dapat dianggap sebagai milik rakyat banyak (Sastropoetro, 1991: 186)
6.  Card Staking, secara harfiah bermakna “penumpukan kartu” secara maknawiyah berarti upaya menutupi hal-hal yang faktual (yang sebenarnya) seraya mengemukakan bukti- bukti palsu, sehingga orang banyak menjadi tertipu (Rousydiy, 1989:373). meliputi pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, dan pernyataan-pernyataan logis atau tidak logis untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk pada suatu gagasan, program, orang, atau produk. Teknik ini memilih argument atau bukti yang mendukung sebuah posisi dan mengabaikan hal-hal yang mendukung posisi itu. Argumen-argumen yang dipilih bisa benar atau salah untuk memunculkan citra yang baik bagi publik, misalnya ‘pilih capres yang sederhana’, atau ‘pilih capres yang tegas’, dan masing-masing propagandis mengulang-ulang kalimat itu sehingga menjadi jargon. 
7.    Bandwagon, teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana sasaran menjadi anggotanya) menerima programnya, dan oleh karena itu sasaran harus mengikuti kelompok dan segera menggabungkan diri pada kelompok.
Bandwagon dilakukan diantaranya dengan jalan membesar-besarkan sukses yang telah dicapai oleh seorang figur atau oleh sesuatu kelompok atau barang. Sebagai dalam kampanye pemilihan umum misalnya dikemukakan, bahwa di daerah tertentu calon presiden atau calon partai politik tertentu telah di dukung oleh mayoritas dan kemenangan baginya pastilah tercapai. Maksud dari propaganda ini adalah menarik rakyat yang masih ragu-ragu, yang pada umumnya mau melihat dulu siapa yang akan menang untuk kemudian memilih pihaknya, atau mau menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan apa yang dilakukan oleh orang banyak.
Fungsi lembaga Survey atau klaim tokoh sangat berpengaruh dalam menggiring opini publik dengan bandwagon effect. Apalagi jika lembaga survey itu sangat kredibel seperti poltracking, charta politika, indikator, indobarometer atau LSI, publik akan memercayainya dan mendorong publik untuk memilihnya. Teknik ini dilakukan dengan menggembar-gemborkan sukses dan kemenangan seorang figur melalui rilis hasil survey secara ilmiah untuk meyakinkan khalayak. Teknik ini merupakan teknik propaganda yang mendorong kita untuk mendukung suatu tindakan/pendapat. Efektif diterapkan untuk meyakinkan orang bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana orang tersebut masuk dalam kelompok tersebut) telah menerima suatu ide atau gagasan. Oleh karena itu teknik ini biasa pula disebut dengan teknik ikut-ikutan oleh memposisikan sasaran propaganda sebagai minoritas. Tidak jarang kita menemui kata-kata seperti “teman-temanmu yang sudah pasti pilih 01, masa kamu aja yang pilih 02?” atau “semua muslim memilih capres yang didukung ulama”. 
Dengan menempatkan sasaran propaganda sebagai minoritas, propagandis
secara tidak langsung melakukan intimidasi secara mental. Sehingga, jika sasaran menolak ide atau gagasan dari propagandis, sasaran akan terancam dikucilkan dari suatu kelompok.
Demikianlah 7 teknik propaganda yang banyak digunakan dalam pemilu 2019, meskipun sebenarnya menurut penelitan tersedia 39 teknik propaganda politik yang sangat penting diketahui oleh seorang politisi atau penggiat parpol.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo bergabung disini.... boleh berkomentar... asal sopan dan intelek, humoris, serta dapat menambah wawasan dan persaudaraan