Selasa, 31 Mei 2011

Partai Demokrat Kebakaran Jenggot

JAKARTA (Suara Karya): Sebagai kepala negara/pemerintahan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak patut gampang terpancing serta reaktif menanggapi isu-isu remeh. SBY justru harus menunjukkan kualitas kepemimpinan yang tidak mudah panik dalam menghadapi manuver lawan-lawan politik.
Peringatan ini disampaikan Ketua Setara Institute Hendardi, anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Hanura Syarifuddin Sudding, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono, dan praktisi hukum Frans Hendra Winarta secara terpisah di Jakarta, Selasa (31/5).
Menurut Hendardi, sikap reaktif SBY dalam menghadapi berbagai isu seperti isi pesan singkat (SMS) yang tidak jelas sumbernya justru mengundang publik mempertanyakan kebenaran SMS itu.
"Jika isi SMS itu fitnah dan tidak benar, mengapa SBY kok bereaksi begitu reaktif? Mengapa pula SBY selalu sigap menanggapi isu-isu yang menerpa diri dan partainya? Apakah ini pertanda SBY mulai hilang kepercayaan diri dan menyadari bahwa citranya mulai memudar?" ujar Hendardi.
Karena itu, Hendardi berharap SBY menjawab berbagai kritik dengan meningkatkan kinerja pemerintahan, termasuk menjawab SMS gelap itu dengan peningkatan kinerja penegakan hukum.
"Tidak perlu semua hal dikomentari Presiden. Sebab, setiap komentar Presiden berpengaruh terhadap martabat dan wibawa Presiden sendiri. Artinya, makin Presiden reaktif dan defensif, maka makin jelas kelemahan-kelemahan yang dia tampakkan," ujar Hendardi.
Menurut Syarifudin, kewajiban SBY memberikan klarifikasi atas tuduhan itu apabila tudingan itu tak benar. Klarifikasi SBY sebagai Presiden RI itu sangat penting untuk mengantisipasi distabilitas nasional di Tanah Air. "Presiden harus menuntaskan tudingan terhadap dirinya, jangan hanya mengeluh saja," ujarnya.
Ia meyakini, SBY sebagai Presiden RI sangat memahami Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum serta memberi wadah kepada setiap warga negara untuk menggunakan jalur hukum, apabila ada satu indikasi pelanggaran hukum dilakukan oleh seseorang. Seyogianya, SBY menggunakan koridor hukum itu untuk mengklarifikasi.
"Negara ini negara hukum, dan oleh karena itu kalau ada fitnah tentunya bisa diselesaikan lewat jalur hukum, bukan jalur klarifikasi saja. Saya rasa SBY bisa melaporkan kepada aparat kepolisian untuk mengusut siapa penyebar fitnah itu," kata Syarifuddin.
Syarifuddin menyebutkan, dugaan manipulasi suara dalam Pemilu 2009 merupakan masalah serius dan harus dijelaskan oleh SBY dan Partai Demokrat. Kalau hal ini benar, maka tentunya harus ditindak agar pelaksanaan pemilu ke depan tidak terulang lagi.
Frans Hendra Winarta menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi yang terjadi di internal Partai Demokrat saat ini. Situasi tersebut, menurut Frans, menunjukkan bahwa kader Partai Demokrat haus akan kekuasaan.
"Sangat terlihat jelas, situasi di internal Demokrat saat ini merupakan sebuah pertarungan di antara dua kubu yang haus kekuasaan. Padahal, kondisi seperti ini jelas akan merugikan SBY selaku presiden," ujar Frans.
Hal ini terjadi, kata dia, lebih disebabkan tidak adanya sikap yang tegas dari SBY, sehingga kader-kader bermasalah seolah berlindung di ketiak Partai Demokrat. Buktinya, tidak sedikit pejabat yang rekam jejaknya tidak baik justru masuk ke partai itu. Akibatnya, masyarakat cenderung menilai bahwa Partai Demokrat adalah tempatnya berlindung orang-orang yang bermasalah dengan hukum.
"Seharusnya, SBY melihat fenomena ini dan bersikap tegas terhadap mereka atau kadernya yang bermasalah dengan hukum," ujarnya.
Hendropriyono juga menyesalkan sikap Presiden SBY yang dianggapnya terlalu berlebihan dalam menanggapi pesan singkat itu. Menurutnya, SBY seharusnya menanggapi hal ini dengan pendekatan-pendekatan cerdas. "Lakukan dengan pendekatan cerdas, kirim SMS lagi aja yang nyeleneh," tutur Hendropriyono.
Ia mengatakan, dari sinilah mengapa peran intelijen sangat diperlukan untuk mengungkap siapa pelaku SMS gelap tersebut. "Intelijen melakukan pendekatan cerdas pula, karena pada dasarnya, perang saat ini sudah asimetris," katanya.
Sementara itu, Partai Demokrat mengaku telah mengantongi nama pelaku pemfitnah SBY terkait kasus M Nazaruddin. Pelaku itu disebut-sebut kader partai binaan SBY itu sendiri.
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Ruhut Sitompul menuding pengkhianat ini berasal dari kubu yang kalah dalam munas Partai Demokrat di Bandung, beberapa waktu lalu.
"Tidak mungkin dari kubu kami. Ini pasti dari kubu yang kalah. Orang-orang yang tidak siap kalah," katanya.
Ruhut menolak memberikan inisial nama atas dugaannya tersebut. Menurut Ruhut, dirinya tahu, tapi belum dapat mengutarakannya. Bahkan, Ruhut menyatakan, si pengkhianat adalah orang baru di Partai Demokrat.
Berbeda dengan Ruhut, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengungkapkan adanya upaya infiltrasi dari kekuatan luar Partai Demokrat.
"Dia ini pihak luar, politisi lama tapi orang baru yang mau ngerjain Partai Demokrat. Inisialnya A, gitu saja. Kami sudah mengetahui, hanya saja orang itu belum tahu kalau kami itu sudah tahu," ujarnya.
Menurutnya, orang itu sudah berkali-kali mencoba menghancurkan Partai Demokrat sejak tahun 2004 dengan mengampanyekan hal yang keji. Tahun 2009 juga terulang kembali, dan sekarang bahkan lebih kejam berusaha menghancurkan Demokrat. (Sugandi/Feber S/Joko S/Rully)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo bergabung disini.... boleh berkomentar... asal sopan dan intelek, humoris, serta dapat menambah wawasan dan persaudaraan