Kamis, 22 April 2010

Pengaruh Kampanye Program Kegiatan Sosial Partai Demokrat Pada Pemilu Legislatif 2009 di Kabupaten Soppeng

Pengaruh Kampanye Program Kegiatan Sosial Partai Demokrat Pada Pemilu Legislatif 2009 di Kabupaten Soppeng

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa orde baru hanya tiga partai politik yang menjadi peserta pemilu, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Pada masa itu, Golkar selalu menjadi pemenang pemilu dan menjadi mayoritas tunggal karena keberpihakan birokrasi. Setelah orde baru tumbang dan Indonesia secara dramatis sudah melangkah ke tahap institusionalisasi demokrasi, sebetulnya perubahan-perubahan penting telah banyak terjadi. Minimal dari segi pranata, legal dan institusional.
Perubahan-perubahan itu terlihat pada setiap pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden secara langsung yang diikuti oleh ritual-ritual demokrasi dimana partisipasi rakyat dapat diinstitusionalisasi secara berkala dan reguler. Selain itu Partai Politik dibebaskan untuk berdiri sehingga Indonesia mengalami periode dimana liberalisasi politik berpuncak pada multi partai yang besar. Setidaknya, ada 44 parpol yang berhasil lolos sebagai peserta pemilu legislatif (pileg) tahun 2009. Dan enam parpol diantaranya merupakan partai lokal Aceh, dimana sistem keterwakilannya hanya sebatas wilayah otonomi khusus Nangroe Aceh Darussalam. Sementara 38 parpol lainnya merupakan parpol yang berkompetisi secara nasional.
Jumlah partai politik yang begitu besar tentu menimbulkan masalah tersendiri bagi pemilih (voter). Terutama dalam hal menyeleksi dan menentukan partai politik yang akan menjadi pilihannya. Hal ini tentu saja menjadi beban tersendiri bagi para pengurus partai politik serta calon legislatif untuk memperkenalkan parpolnya serta calegnya dalam memperkenalkan dirinya. Dalam hal ini juga menjadi tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memperkenalkan semua partai politik peserta pemilu kepada seluruh masyarakat pemilih, baik pemilih di dalam negeri maupun pemilih atau warga negara Indonesia yang ada di luar negeri.
Selain besarnya jumlah partai, perubahan cara pemilihan dari mencoblos menjadi mencontreng/mencentang, juga merupakan problem tersendiri dalam sosialisasi pemilu 2009. Dengan perubahan ini maka diperlukan regulasi khusus untuk memperoleh hasil pemungutan suara yang terpercaya dan berkeadilan. Upaya KPU ini tertuang dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 23 tahun 2008, tentang pedoman pelaksanaan sosialisasi dan penyampaian informasi pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sejarah penyelenggaraan pemilu di Indonesia mulai mengalami perbaikan pada pemilu 2004. Pada tahun tersebut sistem pemilu semakin lebih baik dari sistem sebelumnya karena menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Dengan sistem ini, sangat memungkinkan masyarakat untuk dapat memilih secara langsung calon legislatif sesuai dengan karakteristik preferensi yang diinginkannya. Walaupun hal ini, belum sepenuhnya memuaskan kebutuhan transparansi politik bagi masyarakat, karena masih kuatnya dominasi pengurus partai politik dalam menentukan calon jadi bagi partai dengan mekanisme daftar urutan, akan tetapi masyarakat pemilih sudah mulai menentukan sendiri caleg pilihannya.
Kemudian pada pemilu tahun 2009 mengalami perubahan yang cukup drastis yakni menggunakan sistem suara terbanyak dengan calon terbuka yang memungkinkan kompetisi para caleg berlangsung sangat ketat, baik sesama caleg dalam satu parpol yang sama maupun caleg antar parpol yang berbeda. Meskipun regulasi ini tidak dihasilkan di tingkatan legislasi, akan tetapi perubahan regulasi itu merupakan perubahan dalam kerangka membangun sistem politik secara gradual. Hal tersebut merupakan sebuah tindakan positif menuju demokrasi yang dikehendaki untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Sistem pemilihan legislatif dengan suara terbanyak membuka ruang demokrasi yang begitu luas bagi masyarakat untuk berkompetisi sesuai dengan keinginan masyarakat termasuk didalamnya masyarakat petani yang jumlahnya mayoritas secara kuantitas.
Tujuan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan UU No. 10 tahun 2008, bahwa “Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD RI 1945”. Dengan tujuan tersebut, variabel penting yang dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan pemilu ini yaitu pemilih (voters) seharusnya menggunakan hak pilihnya dengan benar. Dan penyelenggra pemilu atau KPU membuat Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang benar dan akurat.
Dalam setiap event politik seperti pemilu, pilkada maupun pilpres, posisi petani senantiasa menjadi jualan kampanye yang paling empuk. Program-program kampanye yang disampaikan para kandidat biasanya penuh dengan janji untuk kesejahteraan petani. Bahkan dalam kampanyenya, para caleg, parpol atau kandidat didukung oleh produk yang nyata (tangible product), seperti membagikan bibit pertanian, pupuk atau melakukan aksi sosial sunatan massal.
Posisi politik semacam ini tentu saja bukan keinginan petani yang sesungguhnya dan bukan berdasar pada pilihan politik petani sendiri. Semua itu lebih disebabkan karena sistem politik manipulatif yang hingga saat ini masih menjadi mainstreams perpolitikan di Indonesia. Tidak ada satu pun kekuatan sosial politik atau partai politik yang sungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi dan kepentingan kaum tani. Partai politik yang ada, tidak lebih hanya menempatkan kaum tani sebagai ‘ladang’ suara di saat pemungutan suara saat Pemilu berlangsung. Padahal harapan kaum tani adalah kebijakan yang berpihak untuk kesejahteraan petani secara berkesinambungan. Bukan setelah pemilu, ‘orang-orang partai’ asyik menikmati hasil ‘kerja kerasnya’ semasa kampanye, sedangkan kaum tani kembali di tinggal sendirian, bekerja sendirian dan mengatasi persoalan hidupnya sendirian.
Pada umumnya petani tidak rumit dalam menentukan sikap politiknya. Petani menentukan sikap politiknya berdasarkan tuntutan kebutuhan mereka. Beberapa pandangan mengenai sikap individu yang disampaikan oleh Grenstein, yakni: Orientasi pilihan (preferensi) sebagai sikap akan diarahkan terkait dengan 3 fungsi sikap yaitu, pertama sikap sebagai fungsi kepentingan yang artinya penilaian terhadap suatu obyek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan individu yang bersangkutan. Kedua, individu bersikap tertentu sesuai dengan keinginan individu itu untuk dapat sama atau tidak sama dengan tokoh panutannya atau yang disegani. Ketiga, fungsi sikap yang merupakan fungsi eksternalisasi dari pertahanan diri yaitu sikap seseorang itu, merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) dan eksternalisasi diri seperti proyeksi, idealisasi, rasionalisasi dan identifikasi (Grenstein, 1969).
Pesan-pesan politik melalui kampanye yang dilakukan secara terencana mempunyai tujuan, yakni mempengaruhi khalayak atau penerima. Pengaruh kampanye berkaitan dengan adanya perbedaan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan (Stuart dalam Cangara, 2003:163). Pengaruh dapat dikatakan mengena jika perubahan (P) yang terjadi pada penerima sama dengan tujuan (T) yang diinginkan oleh komunikator (P=T), atau rumus yang dikemukakan oleh Jamias yakni (P=S/P/M/P), pengaruh (P) sangat ditentukan oleh sumber, pesan, media, dan penerima (Jamias dalam Cangara, 2003:163).
Kampanye secara umum diartikan sebagai suatu upaya yang dikelola oleh satu kelompok (the change agent) yang ditujukan untuk memersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap dan prilaku tertentu (Kotler dan Roberto dalam Cangara, 2009:284). Sementara kampanye politik adalah sebuah peristiwa yang bisa didramatisasi. gerakan yang bertujuan untuk memperoleh pengikut dan untuk mendapatkan dukungan rakyat banyak, melalui pidato politik, rapat-rapat umum, pernyataan disurat-surat kabar dan sebagainya.
Secara juridis kampanye menurut peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 19 tahun 2008 tentang pedoman pelaksanaan kampanye pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebutkan pengertian kampanye adalah sesuai pasal 1 ayat (3) sebagai berikut: Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program peserta pemilu termasuk mengajak memilih seseorang atau partai tertentu. Dan, selanjutnya pada pasal 2 ayat (1) berbunyi: Kampanye partai politik peserta pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dilakukan untuk meyakinkan para pemilih dalam memperoleh dukungan sebesar-besarnya, dengan menawarkan visi, misi dan program
Secara prinsip, Peratutan KPU No.19 tahun 2008, memiliki penafsiran makna yang kurang lebih sama dengan SK. KPU. No. 701/2003, pasal 2 yang menyatakan bahwa "Pengertian kampanye Parpol peserta Pemilu adalah salah satu cara yang dilakukan untuk meyakinkan para pemilih bukan anggota Parpol untuk mendapatkan dukungan sebesar-besarnya dengan menawarkan program-program Parpol melalui media massa, di ruang terbuka atau gedung pertemuan pada massa dan waktu yang telah ditetapkan oleh KPU".
Menurut Ruslan (2000:68), keberhasilan sebuah program kampanye tidak saja ditentukan oleh strateginya, tetapi juga perencanaan materi dan isi kampanye yang baik, menarik, jelas, dan langsung mengena pada sasaran. Untuk itu materi kampanye sebaiknya meliputi: tema atau topik isu yang menarik, tujuan kampanye, program atau perencanaan acara dalam kampanye, dan sasaran yang hendak dicapai. Jika kemudian kelompok sasarannya adalah petani maka yang mesti dipakai sebagai alat dan bahan kampanye adalah mestinya yang berhubungan dengan kebutuhan petani.
Kondisi umum partai politik adalah memiliki visi, misi dan program partai yang diharapkan mendapatkan respon positif bagi masyarakat pemilih secara luas. Hal ini juga dianggap dapat membangun citra partai maupun pencitraan tokoh-tokoh parpol yang berlanjut pada calegnya maupun kandidat presidennya. Akan tetapi, Partai politik yang hanya mengobral janji tanpa program yang jelas untuk bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, cenderung ditinggalkan oleh konstituennya. Kenyataan itu sudah bisa ditunjukkan sebelum pemungutan suara dilakukan melalui polling yang dilakukan oleh berbagai lembaga survey yang dianggap kompeten. Dan semakin meyakinkan hasilnya setelah pemungutan suara 9 April 2009 dilakukan dan dengan cepat hasilnya kelihatan melalui Quick Count oleh berbagai lembaga dan Real Count yang dikeluarkan oleh KPU sebagai lembaga resmi pemilu Indonesia.
Pada akhirnya pemilu 2009 dimenangkan oleh Partai Demokrat secara nasional dan membuktikan bahwa pencitraan Partai Demokrat mengalami kemajuan yang pesat. Ini merupakan fenomena yang sangat menarik dalam perjalanan demokrasi Indonesia dan dalam pasang surutnya perolehan suara dua partai besar yang memiliki konstituen tradisional yang cukup kuat, yaitu Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Jika dibandingkan dengan kedua partai tersebut, baik dari usia partai, maupun jumlah tokoh nasional yang dimiliki serta pengalaman politik, maka Partai Demokrat berada sangat jauh. Akan tetapi hasil yang dicapai oleh partai Demokrat tentu saja mecengangkan dengan perolehan suara sah diatas 20%.
Elektabilitas partai Demokrat juga sangat menarik untuk diamati di daerah Kabupaten, khususnya di kabupaten Soppeng propinsi Sulawesi Selatan yang memiliki penduduk yang sangat majemuk. Kabupaten Soppeng juga dikenal sebagai daerah pertanian yang menggantungkan sumber penghasilan asli daerah dari pertanian. Oleh karena itu, strategi kampanye yang diterima oleh konstituen di kabupaten Soppeng adalah kampanye yang berpihak kepada kepentingan petani untuk perbaikan nasib dan kesejahteraan petani. Dan partai Demokrat melakukan kampanye melalui program sosial dan program pertanian yang dirasakan langsung oleh masyarakat kabupaten Soppeng.
Jumlah kursi legislatif yang diperebutkan oleh parpol pada pemilu 2009 di kabupaten Soppeng adalah sejumlah 30 kuota kursi DPRD kabupaten. Sementara jumlah pemilih di kabupaten Soppeng yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilu 2009 yaitu 171.884 orang pemilih. Jumlah pemilih tersebut tersebar pada Delapan kecamatan yang ada di kabupaten Soppeng. Kecamatan tersebut dikelompokkan dalam 4 distrik atau daerah pemilihan (dapil).
No. Kecamatan Jumlah DPT Dapil Kuota Kursi Perolehan Kursi
1 Marioriwawo 34602 I 6
2 Liliriaja 20724
II
10
3 Lilirilau 30514 1
4 C i t t a 6243
5 Lalabata 31788
III
7 1
6 G a n r a 8480
7 Donri-Donri 17881
IV
7 1
8 Marioriawa 21652
Total 171884 4 30 3

Sumber: KPU Kabupaten Soppeng, 2008

Untuk itu, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat Pengaruh Kampanye Program Kegiatan Sosial Partai Demokrat Terhadap Pemilih Petani dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kabupaten Soppeng. Olehnya itu, pemaparan lebih lanjut mengenai penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana pengaruh kampanye program kegiatan sosial partai Demokrat terhadap sikap dan prilaku pemilih petani dalam pemilu legilatif 2009 di Kabupaten Soppeng.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sikap masyarakat petani terhadap program kampanye kegiatan sosial yang dilakukan oleh Partai Demokrat di Kabupaten Soppeng?
2. Bagaimana Perilaku masyarakat petani terhadap program kampanye kegiatan sosial yang dilakukan oleh Partai Demokrat di Kabupaten Soppeng?
3. Bagaimana pengaruh kampanye program kegiatan sosial Partai Demokrat terhadap pemilih petani dalam pemilu legislatif 2009 di Kabupaten Soppeng?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sikap masyarakat petani terhadap program kampanye kegiatan sosial yang dilakukan oleh Partai Demokrat di Kabupaten Soppeng.
2. Untuk mengetahui Perilaku masyarakat petani terhadap program kampanye kegiatan sosial yang dilakukan oleh Partai Demokrat di Kabupaten Soppeng.
3. Untuk mengetahui pengaruh kampanye program kegiatan sosial Partai Demokrat terhadap pemilih petani dalam pemilu legislatif 2009 di Kabupaten Soppeng?



D. Manfaat Penelitian

1. Secara akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong para pemerhati dan peneliti kampanye untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan lebih komprehensif.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para aktivis Partai Politik khususnya sehingga terbuka peluang yang lebih besar bagi Calon Legislatif untuk duduk di dalam lembaga legislatif.
3. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi partai politik, LSM, dan pihak lainnya untuk mengevaluasi strategi kampanye yang mereka terapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo bergabung disini.... boleh berkomentar... asal sopan dan intelek, humoris, serta dapat menambah wawasan dan persaudaraan