Selasa, 16 November 2010

Lebaran Terbelah, Blackberry, Bencana

Kalau biasanya khatib mengulas masalah kurban dengan jumlah pahala, hal itu sudah menjadi biasa. Sering kali kita mendengar bahwa pahala seseorang yang berkurban jumlah nantinya akan sebanyak bulu domba yang dia sembelih. Ada juga sebagian yang menyebut berkurban sebagai tameng diri kita di akhirat dari panasnya api neraka. Ceramah seperti ini, jujur saja sudah sering kita dengarkan.

Namun kali ini sang khatib hanya memberikan analog yang sederhana yaitu kurban dengan HP BlackBerry (BB). Saat ini menggunakan HP BB lagi ngetren dan seakan menambah nilai tersendiri dalam pergaulan. HP BB yang dikenal canggih ini, harganya ada yang di atas Rp 3 jutaan. Artinya, kalau masyarakat kelas teri, masyarakat gaptek, masyarakat yang tinggal di perkampungan tidak mungkin dapat membeli atau mempergunakan HP BB itu sendiri.

Bila dilihat dari daftar harga HP BB itu, sang khatib membandingkan dengan harga seekor kambing yang sudah layak untuk kurban di tahun ini. Bila merujuk harga HP BB dengan Rp 3 juta saja -di luar kewajiban membayar bulanannya- maka hal itu setara dengan 3 ekor kambing. Namun sayang, kata sang khatib tadi, mereka yang memiliki berbagai jenis HP mahal, canggih, ngetren, bergengsi dan dianggap gaul itu, justru kadang enggan untuk menyisihkan rezekinya untuk berkurban.

Pertanyaan kita adalah, seberapa banyak mereka yang memiliki kemewahan hidup, justru masih mikir-mikir untuk berkurban. Padahal dengan menyisakan sebagian rezeki kita untuk orang lain, merupakan kewajiban bagi umat manusia.

Kurban tidak hanya sebatas menyembelih kambing, sapi atau kerbau semata. Makna yang lebih jauh lagi, merupakan bentuk empati sesama umat. Tapi kadang, banyak hal-hal nyeleneh di negara kita ini. Di saat bangsa ini diterpa tsunami di Mentawai dan meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta, seakan pemerintah lambat dalam penanganannya.

Kita akan lebih geli lagi, ternyata sumbangan yang diberikan pemerintah terhadap korban tsunami dan Merapi masih jauh lebih banyak terkuras untuk klub sepakbola di bawah naungan PSSI itu. Saban tahun, ratusan miliar rupiah uang kita ini dihabisi klub sepakbola yang menetek dari dana APBD dan APBN. Sayangnya, PSSI sendiri tidak bisa menyediakan 11 orang dari 250 juta penduduk bangsa ini untuk ikut berkompetisi di Piala Dunia.

Nah, andai saja para pemimpin di negeri ini sadar akan arti kurban, tentulah mereka akan menyalurkan dana publik itu kepada rakyat kembali sesuai dengan kebutuhannya. Kita bukan membenci olahraga itu, tapi ya mbok sepatutnya urusan penderitaan rakyat didahulukan ketimbang gagah-gagahan di kandang sendiri. Andai saja kita manut akan isi khotbah soal kurban itu, mungkin penderitaan masyarakat korban tsunami dan Merapi akan bisa teratasi.

*) Chaidir Anwar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo bergabung disini.... boleh berkomentar... asal sopan dan intelek, humoris, serta dapat menambah wawasan dan persaudaraan