Ada beberapa definisi tentang propaganda, seperti Sastropoetro
(1991:34), bahwa Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu
telah direncanakan secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan
tingkah laku dari penerima/komunikan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan
oleh komunikator. Sedangkan menurut Laswell (1927), propaganda adalah alat
pengontrol bagi opini publik yang menjadi sasaran propaganda.
Propaganda berasal dari bahasa Latin propagare
yang artinya mengembangkan atau memekarkan. Atau propaganda berasal dari nama
suatu kegiatan penyiaran agama Katolik, yakni “Sacra Conregatio de Propaganda Fide” atau Majelis Suci untuk
Menyebarkan Kepercayaan, yang dilakukan oleh Paus Gregorius XV di Roma pada
1622. Konotasi positif propaganda
menjadi negatif akibat ulah pemerintahan fasis Jerman, Italia, dan Jepang
semasa Perang Dunia II, yang mengoperasikan teknik propaganda dalam ajang
politik militer.
Penggunaan istilah propaganda kini banyak dihindarkan, tetapi sebagai
metode komunikasi tetap dilancarkan, antara lain dalam bentuk periklanan di
bidang perdagangan. Karena dipandang sebagai metode yang cukup ampuh, maka
propaganda banyak digunakan dalam kegiatan humas, terutama humas perusahaan dan
kegiatan politik. Sebagai contoh adalah penggunaan varian teknik propaganda
dalam Pemilu dan Pemilihan Presiden tahun 2019.
Setelah kita sepaham dengan definisi propaganda, maka perlu diketahui 7
Teknik Propaganda yang diajukan oleh Alfred McClung Lee & Alizabeth
Briant Lee, sebagai berikut:
1. Name Calling, teknik ini adalah ‘penjulukan’ yaitu
memberikan label buruk pada sesuatu gagasan/orang/lembaga supaya sasaran tidak
menyukai atau menolaknya. Teknik
kampanye dengan Name Calling, berbeda dengan kampanye hitam (black
campaign) yang cenderung menimbulkan rumor atau fitnah. Name
Calling, adalah teknik kampanye anjuran yang sifatnya mengandung ancaman
keburukan bagi khalayak. Contohnya kampanye yang ditujukan kepada pemiih dengan
menyebutkan, “kegagalan pembangunan karena kegagalan memilih calon pemimpin",
atau “jika Anda tidak memilih pemimpin yang sederhana maka kekayaan negara akan
terancam!”. Kedua pesan tersebut mengandung ancaman bagi komunikan atau publik
yang dituju.
2. Glittering Generality, teknik ‘iming-iming’ yang menghubungkan sesuatu
dengan ‘kata yang baik’ untuk
melukiskan sesuatu agar mendapat dukungan, tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi
itu untuk membuat sasaran menerima dan menyetujui sesuatu tanpa
memeriksa bukti-bukti
untuk menonjolkan propagandis dengan mengidentifikasi dirinya dengan
segala apa yang serba luhur dan agung. Contoh: Disaat seseorang kandidat
presiden berbicara kepada publik bahwa dirinya bertarung dalam pemilihan
presiden karena terpanggil untuk menyelesaikan utang negara yang semakin besar,
menstabilkan harga-harga dan keterpurukan ekonomi serta mencegah masuknya TKA
Asing dan Aseng. Dan propaganda iming-iming ini sangat efektif menghipnotis
publik tanpa daya untuk percaya begitu saja.
3. Transfer, teknik membawa otoritas (kekuasaan), sanksi, dukungan, gengsi dan
pengaruh dari sesuatu yang dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar
sesuatu yang lain itu lebih dapat diterima. Teknik propaganda transfer
bisa digunakan dengan memanfaatkan pengaruh seseorang atau tokoh yang paling
dikagumi dan berkharisma dalam lingkungan tertentu dengan
mengidentifikasi suatu maksud menggunakan lambang autoritas, misalnya
seruan Rizieq Shihab “Umat Islam harus memilih presiden sesuai ijtima ulama”. Bagi
mereka yang terpapar dengan propagandis model transfer ini akan terpengaruh
tanpa berpikir panjang. Cara-cara propaganda seperti ini yang biasa digunakan
pula oleh penyebar hoax dengan mencatut nama tokoh berpengaruh.
Teknik transfer juga
dapat digunakan melalui simbol, logo atau gambar seperti seorang kandidat yang
berfoto dengan seorang figur yang berpengaruh di lingkungannya. Atau penggunaan
gambar Ka’bah pada logo partai PP, yang dapat menimbulkan efek psikologi bagi
umat Islam.
4. Testimoni (kesaksian), teknik ini serupa tetapi tidak sama dengan teknik transfer.
Testimoni memberi kesempatan pada orang-orang yang mengagumi atau membenci
untuk mengatakan bahwa sebuah gagasan atau program atau produk atau seseorang
itu baik atau buruk. Teknik kampanye Testimoni memerlukan proses
komunikasi bertahap. Pesan diterima berdasarkan pengalaman atau kesaksian yang
diperolehnya. Jadi komunikatornya memberikan informasi berdasarkan apa yang
dilihat dan didengarnya terhadap sebuah informasi, misalnya seorang tetangga
bercerita kepada tetangganya terhadap seorang kandidat. Atau boleh juga
menggunakan tokoh berpengaruh atau artis populer, misalnya UAS atau Adi Hidayat
yang menyiarkan dukungannya terhadap capres tertentu, serta grup musik slank
yang memberikan dukungan pada capres tertentu melalui lagu-lagu.
Secara parsial
testimonial adalah cara menggunakan nama orang-orang terkemuka yang mempunyai
otoritas dan prestise sosial tinggi dalam menyodorkan atau meyakinkan sesuatu
hal dengan jalan menyatakan misalnya, bahwa hal tersebut didukung oleh orang
orang terkemuka tersebut. Misalnya, kutipan dari tokoh seperti Soekarno, atau
mengutip ayat qur’an dan hadist nabi yang dianggap menguntungkan dirinya. Teknik
ini sangat efektif jika dapat dikelola dengan baik oleh master campaign.
5. Plain Folks, teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam upaya
meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena mereka
adalah bagian dari ‘rakyat’. Plain folks merupakan suatu cara yang
digunakan oleh seorang propagandis untuk meyakinkan orang banyak, bahwa
gagasannya adalah baik oleh karena “demi rakyat” Tekhnik ini banyak digunakan
orang dalam kampanye politik untuk memikat dan memenangkan simpati rakyat banyak.
Misalnya :”Kami hanyalah penyambung lidah rakyat”, “ingin membebaskan Indonesia
dari kekuatan Asing dan Aseng, dan lain sebagainya. Teknik propaganda dengan
menggunakan cara memberi identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini
mengidentifikasikan yang di propagandakan milik atau mengabdi pada komunikan
dalam hal ini rakyat banyak. Satu contoh lagi adalah alasan dari BPN
Prabowo-Sandi yang mengkapitalisasi isu bahwa gugatan Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum (PHPU) ke MK adalah tuntutan rakyat atas keadilan pemilu semata,
bukan keinginan BPN.
Sifat merakyat sering
dimunculkan dalam propaganda ini, diartikan sebagai “pura-pura orang kecil”
(Warsono, 2007 : 69), karena saat menggunakan teknik ini propagandis
mengidentifikasikan dirinya sebagai rakyat dengan cara menempatkan dirinya
seolah-olah seperti rakyat juga. Maksud dari cara ini adalah menyamakan diri
dengan rakyat, agar dapat dianggap sebagai milik rakyat banyak (Sastropoetro, 1991: 186)
6. Card Staking, secara harfiah bermakna “penumpukan kartu” secara maknawiyah berarti
upaya menutupi hal-hal yang faktual (yang sebenarnya) seraya mengemukakan
bukti- bukti palsu, sehingga orang banyak menjadi tertipu (Rousydiy, 1989:373).
meliputi pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau
penyimpangan, dan pernyataan-pernyataan logis atau tidak logis untuk memberikan
kasus terbaik atau terburuk pada suatu gagasan, program, orang, atau produk.
Teknik ini memilih argument atau bukti yang mendukung sebuah posisi dan
mengabaikan hal-hal yang mendukung posisi itu. Argumen-argumen yang dipilih
bisa benar atau salah untuk memunculkan citra yang baik bagi publik, misalnya
‘pilih capres yang sederhana’, atau ‘pilih capres yang tegas’, dan
masing-masing propagandis mengulang-ulang kalimat itu sehingga menjadi jargon.
7. Bandwagon, teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran bahwa
semua anggota suatu kelompok (di mana sasaran menjadi anggotanya) menerima
programnya, dan oleh karena itu sasaran harus mengikuti kelompok dan segera
menggabungkan diri pada kelompok.
Bandwagon dilakukan
diantaranya dengan jalan membesar-besarkan sukses yang telah dicapai oleh seorang
figur atau oleh sesuatu kelompok atau barang. Sebagai dalam kampanye pemilihan
umum misalnya dikemukakan, bahwa di daerah tertentu calon presiden atau calon
partai politik tertentu telah di dukung oleh mayoritas dan kemenangan baginya
pastilah tercapai. Maksud dari propaganda ini adalah menarik rakyat yang masih
ragu-ragu, yang pada umumnya mau melihat dulu siapa yang akan menang untuk
kemudian memilih pihaknya, atau mau menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan
apa yang dilakukan oleh orang banyak.
Fungsi lembaga Survey
atau klaim tokoh sangat berpengaruh dalam menggiring opini publik dengan
bandwagon effect. Apalagi jika lembaga survey itu sangat kredibel seperti
poltracking, charta politika, indikator, indobarometer atau LSI, publik akan
memercayainya dan mendorong publik untuk memilihnya. Teknik ini dilakukan
dengan menggembar-gemborkan sukses dan kemenangan seorang figur melalui rilis
hasil survey secara ilmiah untuk meyakinkan khalayak. Teknik ini merupakan
teknik propaganda yang mendorong kita untuk mendukung suatu tindakan/pendapat. Efektif
diterapkan untuk meyakinkan orang bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana
orang tersebut masuk dalam kelompok tersebut) telah menerima suatu ide atau
gagasan. Oleh karena itu teknik ini biasa pula disebut dengan teknik ikut-ikutan
oleh memposisikan sasaran propaganda sebagai minoritas. Tidak jarang kita
menemui kata-kata seperti “teman-temanmu yang sudah pasti pilih 01, masa kamu
aja yang pilih 02?” atau “semua muslim memilih capres yang didukung ulama”.
Dengan menempatkan sasaran propaganda sebagai minoritas, propagandis
secara
tidak langsung melakukan intimidasi secara mental. Sehingga, jika sasaran
menolak ide atau gagasan dari propagandis, sasaran akan terancam dikucilkan
dari suatu kelompok.
Demikianlah 7 teknik propaganda yang
banyak digunakan dalam pemilu 2019, meskipun sebenarnya menurut penelitan
tersedia 39 teknik propaganda politik yang sangat penting diketahui oleh
seorang politisi atau penggiat parpol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ayo bergabung disini.... boleh berkomentar... asal sopan dan intelek, humoris, serta dapat menambah wawasan dan persaudaraan