Jika Anda peselancar dunia maya atau pengguna sosial media pasti sering mendapatkan aneka foto atau gambar bohong (hoax) membuat kira harus berhati-hati sebelum menyebarkan kabar tersebut. Kehati-hatian diperlukan agar kabar yang belum tentu benar tersebut tidak tersebar semakin luas.
Pelaku hoax atau hate speech selama proses pemilu tahun 2019 relatif banyak dengan melibatkan beberapa figur pesohor. Sebutlah misalnya Ratna S, Ahmad Dani, dan sebagainya. Prilaku pesohor dalam penyebaran hoax dan hate speech memang lebih efektif karena merupakan influencer yang banyak difollow atau mendapatkan suscribe. Mereka ini digunkan dalam propaganda politik karena akan menimbulkan bandwagon efect yang lebih instant.
Jika Anda serius pengguna sosial media pasti
sangat terganggu pada saat aksi demonstrasi 22 Mei 2019 di kantor Bawaslu. Pasti
ikut mengeluhkan tidak bisa mengirim foto dan video di aplikasi WhatsApp dan
Facebook, dan akses Instagram. Ternyata, masalah itu bukan disebabkan
tumbangnya server mereka, melainkan ada pembatasan yang dilakukan pemerintah
terhadap fitur-fitur tersebut. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memutuskan untuk membatasi sejumlah fitur
di aplikasi media sosial dan pesan instan.
Pembatasan dilakukan pada platform,
fitur fitur medsos, dan messaging system baik download
ataupun upload dalah upaya menghambat
penyebaran hoax dan provokasi. Berbagai kajian terbukti penyebaran hoax dengan
format file picture dan move picture serta grafis sangat mudah dipercayai oleh
komunikan. Meskipun Kominfo memiliki mesin crawling AIS
yang dapat mendeteksi konten-konten negatif secara langsung di situs dan media
sosial, dan akan langsung menghapusnya. Tetapi untuk penyebaran konten negatif
di aplikasi pesan sulit untuk dideteksi oleh mesin tersebut, apalagi WhatsApp
yang menerapkan sistem keamanan end-to-end encryption.
Produksi hoax dan hate speech yang menggunakan transaksi elektronik memang tidak mudah dihentikan di alam keterbukaan informasi. Padahal sejak tahun 2008, pengaturan dan tata kelola informasi sudah ditetapkan dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kemudian UU No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pelaku hoax atau hate speech selama proses pemilu tahun 2019 relatif banyak dengan melibatkan beberapa figur pesohor. Sebutlah misalnya Ratna S, Ahmad Dani, dan sebagainya. Prilaku pesohor dalam penyebaran hoax dan hate speech memang lebih efektif karena merupakan influencer yang banyak difollow atau mendapatkan suscribe. Mereka ini digunkan dalam propaganda politik karena akan menimbulkan bandwagon efect yang lebih instant.
Pelaku hoax atau hate speech selama proses pemilu tahun 2019 relatif banyak dengan melibatkan beberapa figur pesohor. Sebutlah misalnya Ratna S, Ahmad Dani, dan sebagainya. Prilaku pesohor dalam penyebaran hoax dan hate speech memang lebih efektif karena merupakan influencer yang banyak difollow atau mendapatkan suscribe. Mereka ini digunkan dalam propaganda politik karena akan menimbulkan bandwagon efect yang lebih instant.
Tentu ada masih ingat kasus hoax pada pemilu 17 April lalu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengumpulkan sejumlah
peredaran hoaks massif yang berkaitan dengan Pemilu 2019.
-
Foto Kompak
Penonton yang Acungkan Salam Dua Jari di Millenial Road Safety Festival, padahal
kegiatan Millennial Road Safety Festival tidak ada kaitannya dengan politik,
baik pileg maupun pilpres. Program tersebut dilaksanakan dalam rangka
mengkampanyekan dan mensosialisasikan keselamatan berlalu lintas khususnya
kepada generasi millenial dan masyarakat pada umumnya
- Perhitungan hasil Quick Count di Metro TV Prabowo
menang. Beredarnya postingan di media sosial menampilkan tayangan
hasil Quick Count hasil Pemilihan Umum 17 April 2019 pada laman berita Metro
TV. bahwa suara terbanyak ada pada Pasangan Calon nomor urut 02, yaitu Pasangan
Prabowo-Sandi, padahal itu adalah kesalahan teknis terdapat perbedaan data
grafis dengan election ticker yang muncul di layar
- Hoax
terhadap lembaga survey yang dituduh memihak, faktanya 40 lembaga survey yang terverifikasi tersebut salah
satunya adalah Penelitian dan Pengembangan Kompas, Indo Barometer, Charta
Politika Indonesia, Poltracking Indonesia.jadi 4 lembaga survei yang ada dalam
postingan tersebut adalah termasuk lembaga survei yang terverifikasi dan bukan
Timses Jokowi
- 6.000
TPS di Bekasi dan Prabowo Menang yang dipost akun Twitter @m_mirah, atas nama
Mirah Sumirat menulis bahwa Prabowo-Sandi menang telak di Bekasi. Melalui
cuitan yang diunggah pada 17 April 2019, ia menyampaikan kemenangan telak
Prabowo-Sandi di Bekasi. Faktanya di Bekasi hanya terdapat 3030 jumlah TPS
bukan 6000.
- Adanya
Video berdurasi hampir satu menit menampilkan petugas KPPS yang mengatakan
bahwa sejumlah surat suara telah tercoblos untuk pasangan nomor urut 1,
Jokowi-Ma’ruf Amin. Faktanya, dilansir dari detiknews.com surat suara yang
disebut bukan tercoblos melainkan rusak. Hasanudin sebagai Panwas Kelurahan
Nyamplungan menjelaskan, "Ada lima lembar surat suara untuk pilpres yang
rusak tapi ini sudah clear oleh saya sebagai panwas dan dibantu oleh pengawas TPS.
Saksi yang hadir anggota KPPS dan PPK mengklarifikasi membuktikan bahwa surat
suara tersebut memang rusak"
- Hoax
soal Sandiaga diusir Prabowo, isu itu dihembuskan bahwa Sandiaga Uno diusir
oleh Prabowo lantaran tidak setuju dengan adanya deklarasi kemenangan dan sujud
syukur di rumah Kertanegara. Tim Sandiaga, Yuga Aden, menuturkan bahwa
ketidakhadiran Sandiaga Uno adalah lantaran Sandi dalam keadaan sakit.
- Hasil
Exit Poll TPS di Luar Negeri menunjukan kemenangan mutlak 02 Di Malaysia,
Filipina, Singapura, Thailand. Buat grup WA di setiap jenjang penjumlahan C1
dari kecamatan sampai KPU Daerah, merekap bersama hingga hasil penjumlahan
dapat diketahui hari itu juga, untuk menjaga kesesuaian hasil di TPS dengan
rekapitulasi akhir oleh KPU, faktanya KPU tidak mengatur regulasi
mengenai exit poll hasil pemilu luar negeri.
TIPS DETEKSI FOTO HOAX VIA GOOGLE
Penggunaan foto atau gambar serta video membuat peredaran hoax
tumbuh subur dan menjadi asupan setiap saat. Penerima gambar dan foto hoax akan
lebih mudah terpapar hoax daripada hoax yang berupa tulisan panjang, apalagi
yang mencantumkan kalimat ajakan, ‘sebarkan sebanyak-banyaknya’. Begitu pula
penyebaran video melalui kanal video youtube yang sudah diedit dan disulihsuarakan,
itu sangat mudah disantap oleh komunikan yang dangkal dalam literasi media.
Untuk mencegah kita termakan hoax, ada cara
mudah untuk mengecek apakah suatu informasi yang dicantumkan pada foto atau
gambar otentik atau tidak. Anda dapat menggunakan Google Images untuk
melakukannya. Google Images yang sudah diperkenalkan sejak Juli 2001 ini
memiliki perpustakaan (library) gambar yang
komprehensif sehingga Anda bisa mengetahui apakah suatu gambar/foto adalah
benar atau hanya hoax semata.
1. Buka laman Google Images.
2. Klik ikon kamera di bagian kotak search boks.
3. Ketikkan tautan (url) dari suatu gambar yang akan dicek keasliannya. Metode lain adalah dengan mengunggah foto yang akan dicek.
4. Akan muncul hasil pencarian di mana situs pertama yang menggunggah foto tersebut berada di posisi teratas.
5. Akan terlihat naskah foto yang menerangkan kebenaran gambar tersebut.
5. Kroscek hasil pencarian dengan situs berita yang kredibel menggunakan kata kunci yang sesuai.
2. Klik ikon kamera di bagian kotak search boks.
3. Ketikkan tautan (url) dari suatu gambar yang akan dicek keasliannya. Metode lain adalah dengan mengunggah foto yang akan dicek.
4. Akan muncul hasil pencarian di mana situs pertama yang menggunggah foto tersebut berada di posisi teratas.
5. Akan terlihat naskah foto yang menerangkan kebenaran gambar tersebut.
5. Kroscek hasil pencarian dengan situs berita yang kredibel menggunakan kata kunci yang sesuai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ayo bergabung disini.... boleh berkomentar... asal sopan dan intelek, humoris, serta dapat menambah wawasan dan persaudaraan