Jumat, 05 November 2010

Transgender dan Transseksual, berdosakah?

 Transgender dan Transseksual

Kita tentu sudah heboh mendengar adanya kasus Alterina Hofan dan Jane Deviyanti yang melakukan pernikahan sesama jenis kelamin. Di negara Indonesia, hukum perkawinan tidak membenarkan adanya perkawinan sesama jenis. Meski pun ini hak azasi keduanya yang telah dewasa, namun hal ini dianggap melanggar hukum di Indonesia, arena, Alter telah melakukan pemalsuan dokumen, pasport, tentang jenis kelaminnya. Alter telah melakukan pemalsuan dokumen, pasport dari tahun 2005-2010. Pada pasport itu tertera status Alter adalah female. Tetapi di 2007, pihak imigrasi memberikan catatan tambahan kalau dia male. Jadinya, Alter dilaporkan melanggar Pasal 266 KUHP, tentang pemalsuan identitas dalam akta otentik, Juncto Pasal 263 KUHP dan Pasal 378 KUHP, tentang penipuan, dengan ancaman 7 tahun penjara.
 
Memang aneh tapi nyata, setiap manusia dilahirkan ke bumi ini sudah pasti diciptakan Tuhan untuk saling berpasang-pasangan. laki-laki berpasangan dengan perempuan, begitu juga wanita berpasangan dengan pria. Itu kodrat, hal yang sudah digariskan dari sananya..
“Lantas kalo banci itu pasangannya siapa dong?”


Apa itu Transgender dan Transseksual?

Hee.. kasus Alter, bukan yang pertama di Indonesia, tapi juga sebelumnya ada Bunda Dorce, dan beberapa kasus di daerah.
apa sih itu  Taransgender dan transseksual
Merupakan kondisi di mana seseorang merasa tidak nyaman dengan kondisi fisik kelaminnya kemudian mengadakan perubahan besar-besaran, mengganti kelaminnya menjadi sama dengan lawan jenisnya. Adapun WHO, badan PBB yang menangani masalah kesehatan mengklasifikasikannya dalam ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th Revision) di Bab V Chapter F60-F69 sebagai klasifikasi medis untuk gangguan kepribadian dan perilaku dewasa (disorders of adult personality and behaviour).

Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.

Oke, balik lagi tentang transseksual dan transgender, cukup banyak orang yang merasa tidak nyaman merasa jadi laki-laki, kemudian memutuskan pindah kelamin jadi perempuan, begitu juga sebaliknya. Hal begini juga yang memicu kelompok tersebut melakukan transgender atau transseksual.
Orang yang melakukannya disebut: Transwoman
Laki-laki yang mengganti kelaminnya jadi perempuan. Biasanya hal begini dipicu oleh kondisi bawaan saat lahir, pun lingkungan juga yang membentuk. Ketika lahir kondisi fisiknya adalah laki-laki, namun dalam perjalanannya justru sifat dan karakteristik keperempuanannya yang lebih dominan.

seperti disampaikan oleh dr. S. Budi Utomo dalam http://www.dakwatuna.com, bahwa;schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme. tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika dating stress; adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal

Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri. Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.

Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam harus diperinci persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu: (1) Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal; (2) Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak berlubang atau tidak sempurna.; (3) Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin (penis dan vagina)
 
Pertama: Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.

Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil yaitu: (1) firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang menurut kitab Tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani hidupnya sesuai kodratnya; (2) firman Allah Swt dalam surat an-Nisa’ ayat 119. Menurut kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ath-Thabari, Al-Shawi, Al-Khazin (I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubat al-Tafsir (hal.123) dan al-Qurthubi (III/1963) disebutkan beberapa perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk “mengubah ciptaan Tuhan” sebagaimana dimaksud ayat di atas yaitu seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu alis dan takhannus (seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita layaknya waria dan sebaliknya); (3) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk para tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan alis, dan orang-orang yang memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari); (4) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Allah melainkan melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
 
Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama diperbolehkan secara hukum syariat. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.

Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme. Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari) Guna menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan prinsip “Mashalih Mursalah” karena kaidah fiqih menyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad).
 
Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan penis (dzakar) yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan sosialnya.
 
Untuk menghilangkan mudharat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) tersebut, menurut Makhluf dan Syalthut, syariat Islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi kelamin yang dilakukan dalam hal ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan penisnya. Demikian pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas. Ia dilarang membuang penisnya agar memiliki vagina sebagai wanita, sedangkan di bagian dalam kelaminnya tidak terdapat rahim dan ovarium. Hal ini dilarang karena operasi kelamin yang berbeda dengan kondisi bagian dalam kelaminnya berarti melakukan pelanggaran syariat dengan mengubah ciptaan Allah SWT; dan ini bertentangan dengan firman Allah bahwa tidak ada perubahan pada fitrah Allah (QS.Ar-Rum:30).
 
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
 
Peranan dokter dan para medis dalam operasi penggantian kelamin ini dalam status hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya. Jika haram maka ia ikut berdosa karena termasuk bertolong-menolong dalam dosa dan bila yang dioperasi kelaminnya adalah sesuai syariat Islam dan bahkan dianjurkan maka ia mendapat pahala dan terpuji karena termasuk anjuran bekerja sama dalam ketakwaan dan kebajikan.(QS.Al-Maidah:2)
Adapun konsekuensi hukum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Apabila penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hukum. Menurut Mahmud Syaltut, dari segi waris seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian wanita) demikian juga sebaliknya.
 
Sementara operasi kelamin yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas dan status hukum orang tersebut menjadi jelas. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.


Banyak tokoh-tokoh dunia yang dikira perempuan justru dulunya adalah laki-laki, beberapa di antaranya:
 
Lili Elbe
Lili Elbe (1882 - 1931), laki-laki asal Denmark yang dulunya bernama Einar Wegener Mogens, adalah orang pertama di dunia yang melakukan operasi transgender dari laki-laki menjadi perempuan tahun 1930 di Jerman. Meninggal setahun kemudian karena komplikasi transplantasi rahim, tubuhnya menolak menerima penanaman rahim di perutnya, pun hormon estrogen perempuan tak bisa berkembang di tubuhnya karena meski kelaminnya sudah diangkat, hormon testosteron laki-laki yang masih bercokol itulah yang melakukan penolakan. Lagipula, dunia kedokteran dulu belum secanggih sekarang.
 
Roberta Cowell (21 Mei 1921), pilot Inggris untuk pesawat Spitfire saat Perang Dunia II. Dulunya bernama Robert Cowell. Ia juga orang pertama di Inggris yang melakukan operasi transwoman laki-laki menjadi perempuan pada tanggal 15 Mei 1951. Kejadian ini menggegerkan Inggris dan pro-kontra atas tindakan transgender Cowell bermunculan di mana-mana. Media pun tak luput mengulasnya sebagai berita yang unik dan tak lazim, bahasa lain dari ‘pasti menarik perhatian pembaca dan pemirsa’.
 
Lynn Conway
Lynn Conway (10 Januari 1938) asal Amerika, ilmuwan, pakar komputer, peneliti dan orang yang menemukan kinerja prosesor komputer saat ia bekerja untuk IBM. Di tahun 1968 saat ia memutuskan untuk transgender menjadi perempuan, Conway dipecat dari IBM. Menikah tahun 2002 dengan laki-laki dan setelah pensiun dari pekerjaannya ia menjadi aktivis transgender di organisasi tertua dan terbesar kumpulan orang-orang transseksual, National Gay and Lesbian Task Force.
Deirdre Mc Closkey
Deirdre Mc Closkey (lahir tahun 1942), ekonom Amerika Serikat dan staf pengajar di University of Illinois di Chicago (UIC). Selain di UIC, ia juga jadi guru besar bidang Ekonomi, Filsafat, Sejarah, Bahasa Inggris, dan Seni dan Budaya, di Erasmus University, Rotterdam. Dulunya ia bernama Mc Closkey Donald N dan melakukan operasi transgender dari pria menjadi wanita di tahun 1953 saat usianya sudah 53 tahun. Cukup riskan memang, tapi toh ia justru bahagia dengan kelaminnya yang sekarang sebagai perempuan.
 
Dorce Gamalama
Dorce Gamalama (21 Juli 1963), meski bukan orang pertama di Indonesia yang melakukan operasi transseksual dari pria menjadi wanita di RS Dr. Sutomo Surabaya tahun 1983,  tapi ia orang yang berani membeberkannya pada publik dan media. Operasi penggantian kelamin mantan pria yang dulunya bernama Dedi Yuliardi Ashadi ini dipimpin oleh guru besar luar biasa bagian Ilmu Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof Dr dr Djohansjah Marzoeki Sp BP. 
Transman, Istilah untuk perempuan yang mengganti kelaminnya jadi laki-laki. Alasan yang juga sama seperti Transwoman, dipicu oleh kondisi bawaan saat lahir, pun lingkungan juga yang membentuk.
Banyak tokoh-tokoh dunia yang dikira laki-laki justru dulunya adalah perempuan, beberapa di antaranya:
Laurence Michael Dillon
 
Laurence Michael Dillon (1 Mei 1915 - 15 Mei 1962), terlahir dengan nama Laura Maud Dillon. Ia adalah dokter asal Inggris yang jadi orang pertama di dunia yang melakukan operasi phallopslasty atau pembentukan alat kelamin pria di tubuhnya. Operasi itu dilakukan oleh rekan seprofesinya sesama dokter, Dr. Harold Gillies di tahun 1945. Saat hormon estrogennya diangkat dan disuntikkan hormon testosteron, muka Dillon mulai tumbuh kumis dan janggut. Di akhir hidupnya ia memeluk agama Buddha dan menjadi biksu di vihara Sarnath, Bengal, Calcutta. Ia pun mengganti namanya menjadi nama Buddha, Lobzang Jivaha.
Ben A. Barres
 
Ben A. Barres, terlahir dengan nama Barbara Barres, adalah orang Amerika yang menjadi staf pengajar dan ketua departemen Neurobiologi di Stanford University School of Medicine. Mengganti kelaminnya dari perempuan menjadi laki-laki di tahun 1997. Berita tentang transgender dirinya ramai diulas media Amerika, bahkan rekan seprofesinya sesama ilmuan dan pengajar di perguruan tinggi banyak mengkritiknya.
Aaron H. Devor
 
Aaron H. Devor asal Kanada, sosiolog dan seksolog untuk transgender dari University of Victoria di mana juga menjabat sebagai dekan pendidikan pascasarjana. Buku pertamanya, Gender Blending: Confronting the Limits of Duality, yang diterbitkan oleh Indiana University Press, membahas masalah konstruksi sosial gender pada masyarakat, dalam hal ini adalah kehidupan perempuan yang beralih menjadi laki-laki sebagaimana dirinya. Ia juga pendiri Yayasan Pendidikan Erickson, yang memperjuangkan tematikal transgender untuk jadi kesadaran publik.
Brandon Teena
 
Brandon Teena (12 Desember 1972 - 31 Desember 1993), seorang wanita yang menganggap dirinya pria dengan kisah hidup yang sangat tragis. Terlahir dengan nama Renae Teena Brandon, hadir ke dunia sebagai perempuan yang mempertanyakan peran dirinya di kehidupan. Ia kerap protes di sekolah tentang pantangan pergaulan bebas pria dan wanita, mempertanyakan masalah gender dan mendebati pendeta-pendeta gereja tentang masalah transgender. Teena mengalami masalah kejiwaan mengakut dalam hal transseksual, kerap menyamar sebagai pria untuk berkencan dengan wanita.
Bulan Januari 1982, Teena diperiksa kejiwaannya lewat evaluasi psikiatris, hasil diagnosa menyimpulkan bahwa Teena mengalami krisis identitas seksual yang cukup parah. Ia juga pernah diperkosa oleh saudara laki-lakinya.
 
Akhir hidup yang tragis, Teena belum sempat operasi transgender menjadi pria, lagi-lagi ia diperkosa bahkan sampai dibunuh oleh sekelompok orang yang memanfaatkan kelainan kejiwaan di dalam dirinya.
 
Kisah hidupnya diangkat ke layar lebar oleh sutradara Kimberly Peirce dalam film Boys Don’t Cry di tahun 1999 dan memenangkan banyak penghargaan, antara lain Academy Awards, Golden Globe Awards, BAFTA Awards. Bukan cuma itu, jauh sebelum kisah tragis Teena terjadi, Michael Dempsey, Robert Smith, dan Lol Tolhurst dari band Inggris, The Cure sudah menciptakan lagu Boys Don’t Cry di tahun 1979.
* * * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo bergabung disini.... boleh berkomentar... asal sopan dan intelek, humoris, serta dapat menambah wawasan dan persaudaraan